Dimuat di Majalah Bobo |
Bersin Cika Cemari
*FiFadila*
Cika Cemari seekor kupu-kupu. Sayapnya berwarna biru
cerah. Bulatan merah kuning putih mempercantik sayapnya. Namun dia memiliki
masalah dengan hidung pilek. Bangsa kupu-kupu memiliki hidung dan mulut menyatu
bernama probosis. Probosis ini gunanya seperti sedotan yang mengisap madu. Jika
tidak sedang dipakai, hidung probosisnya akan menggulung.
Malang bagi Cika, tiap kali menyedot madu, dia
bersin-bersin. Ingusnya sampai muncrat ke dasar bunga. Tentu saja bunga-bunga
tak suka mendapat bonus itu. Cika dianggap mencemari bunga-bunga. Setiap bunga
yang dilewati Cika selalu menguncup. Cika pun tidak bisa lagi mengisap madu.
“Huhuhu… Semua bunga menguncup tiap
kali aku lewat,” Cika menangis di sebuah dahan pohon. Tangisnya sungguh
memilukan. Membuat Ayune, sahabatnya iba.
“Kau harus hentikan pilekmu, Cika,”
kata Ayumi hinggap di samping Cika. Sisa serbuk sari kuning menempel di kaki
dan hidung probosisnya. Menandakan dia habis berburu madu.
“Apa yang harus kulakukan, Ayune?
Setiap kali mendekati bunga, aku selalu bersin,” tangis Cika. “Bahkan… hap… hap…
hapsyi..” Cika bersin tanpa henti.
Padahal dia hinggap jauh dari bunga-bungaan.
Ayune terkejut. Dia terbang menjauh
dari Cika. Dia hinggap di dahan pohon yang lebih rendah. Sobatnya itu pun
berhenti bersin. Ayune mengangguk penuh dugaan.
“Cika, sepertinya kau alergi serbuk
sari tumbuhan,” duga Ayune. Dia mendekati Cika lagi. Serbuk sari yang menempel
di tubuhnya tertiup angin dan mampir ke hidung probosis Cika. Bersamaan dengan
itu Cika bersin tanpa henti sampai Ayune menjauh dari Cika.
“Oh, Ayune. Jika alergi begini, aku
tak bisa lagi minum madu bunga,” kata Cika sedih.
“Sabar
Cika. Setiap masalah pasti ada jalan keluarnya. Cobalah cari obat untuk
alergimu,” hibur Ayune.
Cika termenung. Yang harus dia cari
sekarang adalah madu. Bukan obat. Jika tidak mengisap madu, dia bisa mati
kelaparan. Dia harus melawan alerginya. Dengan keras kepala Cika mendatangi bunga
sepatu terdekat. Seperti bunga lainnya, bunga sepatu mengatupkan mahkotanya.
Cika tidak sabar. Dia memaksa bunga
sepatu dengan menginjak kelopaknya supaya kegelian. Sepertinya usaha Cika
berhasil.
“Stop, stop, stop, Cika,” teriak
bunga sepatu, “Baiklah aku akan membuka kelopakku.”
Cika gembira. Dia menyiapkan hidung
probosisnya di depan kelopak bunga sepatu.
Saat bunga sepatu membuka
kelopaknya, serbuk sari bunga beterbangan ke wajah dan hidung Cika.
Hatsyi..hatsyi..hatsyi..
Cika bersin tak tertahankan. Ia terbang menjauh dari serbuan serbuk sari bunga
sepatu.
Rupanya alergi Cika belum bisa
dijinakkan. Seharian itu Cika tak bisa mengisap madu sama sekali. Tubuhnya
lemah dan tak kuat terbang. Cika berjalan di tanah dengan ketakutan. Banyak
bahaya predator yang sewaktu-waktu muncul. Berkali-kali Cika menengok kanan
kiri belakang. Sampai-sampai tidak melihat sesuatu di depannya.
Buk.
Cika jatuh. Dia menabrak sesuatu yang basah dan dingin. Rupanya ada buah
stroberi yang terlalu matang. Sehingga buah itu jatuh sendiri ke tanah. Cika
menggerakkan kaki-kakinya ke arah buah stroberi yang sudah berwarna merah gelap.
Kaki kupu-kupunya berfungsi sebagai indera perasa. Cika bisa merasakan manisnya
buah itu semanis madu. Dengan bersemangat Cika menjulurkan hidung probosisnya
ke buah stroberi. Cairan manis buah stoberi memasuki kerongkongan Cika dan
membuatnya segar bertenaga kembali. Dia pun bisa kembali terbang dengan ringan.
Cika gembira sekali. Dia menemukan jalan keluar dari
masalahnya. Alergi serbuk bunga bukan berarti dia tak bisa makan. Dia bisa
mendapatkan madu pengganti dari sari buah-buahan yang sudah cukup matang. Betul
kata Ayune. Setiap masalah pasti ada jalan keluarnya. Cika terbang mencari
Ayune dan mengabarkan berita gembira itu. (*)