Dimuat di Majalah Bobo |
Titipan Nyonya Salma
Gita
Lovusa
Liburan musim panas kali ini, Nyonya
Winnie kedatangan adiknya yang akan menginap di rumah. Bibi Steffie, begitu Nyonya
Winnie dan anak-anak biasa memanggilnya. Nyonya Winnie senang jika Bibi Steffie
menginap di rumah. Mereka memiliki beberapa kesamaan, seperti sama-sama suka
pergi ke pasar dan memasak.
Pagi hari, Nyonya Winnie sedang
bersiap belanja ke pasar. Ia sudah menuliskan daftar bahan yang akan dibeli. Bibi
Steffie pun siap menemani. Lalu bel rumah berbunyi.
“Ah, itu pasti Nyonya Salma.” Nyonya
Winnie bergegas membukakan pintu.
“Selamat pagi, Nyonya Winnie.”
Nyonya Salma memberi salam pada Nyonya Winnie. “Seperti biasa, ini daftar
titipanku.”
“Baik, Nyonya Winnie. Akan
kucarikan.” Nyonya Salma pun pamit pulang. Nyonya Winnie dan adiknya berangkat
ke pasar.
Sesampainya di tempat yang menjual
beragam lauk, buah, dan sayur itu, Nyonya Winnie tekun mencari bahan yang
diperlukan sesuai daftar belanjaan miliknya dan milik Nyonya Salma. Setelah
semua bahan didapatkan, Nyonya Winnie mengajak Bibi Steffie pulang.
“Kubantu bawakan tas belanja.” Bibi Steffie merasa iba
pada Nyonya Winnie yang membawa tiga tas belanja.
“Terima kasih. Tolong bawakan tas belanjaku saja, Bi.”
Nyonya Winnie pun
memberikan
satu tas belanja miliknya.
“Lalu dua tas ini punya siapa?”
“Oh, ini punya Nyonya Salma. Yang tadi pagi datang
ke rumah.”
Bibi Steffie terperangah mendengar perkataan Nyonya
Winnie. “Ia menitip sebanyak
ini?”
Nyonya Winnie mengangguk. “Iya, Nyonya Salma biasa
menitip belanja seperti ini
setiap
aku ke pasar dua hari sekali. Ia tak suka ke pasar, tapi harus memasak untuk
kelima putranya.”
“Ya ampun, kau terlalu baik. Yang ia
beli bahkan lebih banyak daripada belanjaanmu.”
Nyonya Winnie tertawa kecil. “Tidak
apa-apa. Aku suka melakukannya, kok.”
Kening Bibi Steffie berkerut. Ia
kenal sekali dengan kakak kesayangannya itu, sangat suka membantu. Tapi, ada yang tak bisa dibiarkan di sini,
pikir Bibi Steffie.
“Oh iya, bisakah dua hari lagi
menggantikanku belanja ke pasar? Aku harus mengambil kain-kain di kota.”
“Dengan senang hati.”
“Terima kasih. Nanti kutuliskan
daftar belanjaannya,” ujar Nyonya Winnie lega.
Ah,
pas sekali. Bibi Steffie berkata dalam hati. Sebuah ide pun langsung muncul
di benaknya.
Dua hari kemudian, pagi-pagi sekali,
Nyonya Winnie sudah siap untuk pergi ke kota. “Ini daftar belanjaanku. Nanti
kalau Nyonya Salma datang, bisakah tolong membelikan titipannya?”
“Akan kusahakan yang terbaik.”
Ting tong. Dengan sigap Bibi Steffie
membukakan pintu.
“Selamat pagi,” sapa Nyonya Salma
ramah. “Apa Nyonya Winnie ada?”
“Maaf, Nyonya Salma. Nyonya Winnie
sedang mengambil kain ke kota.”
“Oh.” Nyonya Salma terkejut. “Lalu
daftar belanja ini bagaimana, ya?”
“Kau bisa ikut belanja bersamaku
kalau mau.”
Nyonya Salma tampak kikuk. “Oh,
baiklah kalau begitu. Aku butuh sekali bahan-bahan ini.”
“Mari pergi bersamaku.” Bibi Steffie
membawa tiga tas belanja di tangan.
Sesampainya di pasar. Nyonya Salma
sama sekali tidak tahu harus pergi ke arah mana untuk membeli bahan yang
dibutuhkan.
“Kau baca daftar belanjaanmu, lalu lihatlah
papan-papan ini. Di situ tertulis nama bahan-bahan yang dijual. Sayur, ikan,
ayam, buah-buahan, atau bumbu dapur.” Bibi Steffie membiarkan Nyonya Salma
mencari sendiri. Ia hanya mendampinginya dan membeli sesuai dengan yang tertera
di daftar belanja Nyonya Winnie.
Setelah semua bahan didapatkan,
hasilnya seperti belanja sebelumnya; dua tas belanja milik Nyonya Salma dan
satu tas kepunyaan Nyonya Winnie.
“Belanjaanku banyak sekali,” ujar Nyonya Salma
sambil menyeka keringat di dahi. “Berat.”
“Ya, begitulah yang Nyonya Winnie
lakukan setiap kau menitip padanya. Ia membawa tiga tas belanja ini seorang
diri.”
“Ow, kasihannya. Aku harus
membantunya kalau begitu.”
Begitu sampai di pertigaan dekat
rumah Nyonya Salma dan Nyonya Winnie, Bibi Steffie dan Nyonya Salma pun berpisah.
“Terima kasih sudah menemani belanja, Bi. Aku banyak belajar hari ini.”
“Sama-sama.” Bibi Steffie mengangguk
pelan.
Dua hari kemudian, saat Bibi Steffie
dan Nyonya Winnie bersiap kembali pergi ke pasar. Bel rumah berdentang.
“Ah, itu pasti Nyonya Salma yang mau ke pasar
bersama kita,” sahut Bibi Steffie.
“Hah? Bagaimana bisa?”
“Coba kau buka saja.”
“Selamat pagi, Nyonya Winnie.”
Nyonya Salma tersenyum manis sekali. “Untunglah kau di rumah hari ini.”
Nyonya Salma memegang kertas dengan
kedua tangannya. “Bolehkah aku menitip belanja lagi? Aku tahu belanjaanku
banyak dan kau berat membawanya. Oleh karena itu, aku membeli tas belanja
beroda ini untukmu. Agar kau lebih ringan membawa belanjaan.”
“Wah, terima kasih sekali, Nyonya
Salma. Tentu saja kau boleh menitip padaku.”
Bibi Steffie membelalakkan mata.
“Oh, ya ampun. Harapanku terbang melayang. Kau sungguh terlalu baik, Nyonya
Winnie.”
Nyonya Winnie tersenyum. “Itu karena Nyonya Salma
sangat baik padaku, Bibi Steffie. Jika sedang banyak jahitan, aku suka menitipi
anak-anak di rumah Nyonya Salma. Usia anak-anak kami sepantaran, juga cukup
akrab.” Nyonya Winnie menjelaskan
Oh.. oh.. kini Bibi Steffie mengerti.
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
DeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
Delete