Dimuat di Majalah Bobo |
Obat
Untuk Raja
Oleh
: Liza Erfiana
Langkah dua kurcaci
terhenti, keraguan mulai menyelimuti. Beberapa kurcaci pernah diutus untuk
mencari kaktus merah dan bunga lidah sepuluh semuanya tak menemukan hasil.
Aku tak yakin akan
mendapatkannya,” Popo yang berbadan tegap membuka percakapan.
“Sama, aku juga sangat
ragu, tapi demi kesembuhan baginda raja, amanat ini harus kita jalankan,”
timpal Godi kurcaci yang lebih muda.
“Sesuai mimpiku kita
harus ke utara. Ramuan itu ada di negeri manusia,” papar Godi sedikit gelisah.
“Aduh, manusia itukan
jahat! Tak ada yang bisa pulang jika sudah terjebak di sana,” Popo semakin
ketakutan. Soalnya cerita yang berkembang di negeri mereka, manusia itu adalah
makhluk yang menyeramkan.
Kemudian kedua kurcaci
itu melanjutkan perjalanannya lagi. Semak belukar, duri, binatang buas tak jadi
penghalang buat mereka. Akhirnya tempat
tersebut ditemukan, tanaman kaktus merah dan bunga lidah sepuluh tumbuh
subur.
“Wawwwww....indahnya
negeri manusia!” Popo berdecak kagum.
“Ayo cepat, jangan terlena!” ucap Godi menepuk
bahu sahabatnya.
Keduanya dengan cepat
menghambur ke tempat tumbuh-tumbuhan itu. Dengan sigap mereka memetiknya
kemudian memasukkannya ke dalam tas yang terbuat dari kulit kayu.
“Heyyyyyyy... jangan ambil tanamanku!” tiba-tiba
jeritan lantang seorang perempuan tua keluar dari rumah.
Keduanya panik bukan kepalang. Kaki mereka
sangat gemetar, tak bisa dibawa lari.
“Maafkan kami, Nenek!”
Godi menjurah hormat.
“Sekarang ikut aku ke rumah! sebelum aku
berteriak, dan orang-orang di sekitar sini menangkap kalian!”
Godi mencoba mantra
Dumplek Tungtung yang terkenal di negeri mereka, tapi mulutnya terasa kaku, dia
juga tak bisa menggerakkan tangannya.
“Ilmu kalian hambar di
sini!”
Mereka saling pandang,
Keduanya sangat pucat. Tak ada yang bisa dilakukan, selain menuruti perintah
nenek itu.
“Aku tak bisa melihat
negeri kita lagi,” bisik Popo. Godi mengangguk pasrah Negeri Kurcaci telah
tertutup kabut tebal.
“Kenapa kalian lancang
mengambil tanamanku?” nenek itu menatap
tajam.
“Hampir sebulan raja
kami, Baginda Rendarf Alasarf sakit. Obatnya hanya kaktus merah dan bunga lidah
sepuluh. Kami hanya mengikuti petunjuk mimpiku, bahwa tanaman ini ada di
sini,”papar Godi sedih.
“Apapun alasan kalian,
yang bersalah tetap harus dihukum.”
***
Akhirnya, kedua kurcaci itu
menjalani hukuman. Mereka harus membantu merawat bunga-bunga tersebut. Lama
kelamaan, mereka merasa kasihan pada Nek
Selme yang tinggal sendirian. Dengan senang hati mereka kemudian membantu Nek
Selme mengerjakan pekerjaan yang lain. Seperti menyapu, menimba air dan
membelah kayu bakar.
Aku ingin
pulang! Aku rindu rumahku," keluh Popo suatu malam.
"Ya, aku juga memikirkan kesehatan baginda," timpal Godi.
"Ya, aku juga memikirkan kesehatan baginda," timpal Godi.
“Tapi, bagaimana lagi? kita tidak
berhasil menemukan jalan pulang. Mungkin setelah hukuman kita selesai, kita
bisa pulang, makanya kita harus terus semangat dan tulus menjalaninya"
sambung Godi lagi.
"Oleoo...wakaka...tur..tur..wket..wket...lala...lala...wket...wket...”Popo
menyanyikan lagu bangsa kurcaci. Agar rindunya sedikit berkurang. Godi kemudian ikut bernyanyi.
Karena asiknya mereka
tak menyadari Nek Selme telah berada diantara mereka, mulut Nek Selme bergerak-gerak mengikuti
nyanyian itu.Walaupun sedikit sumbang tapi Nek Selme masih hapal dengan
liriknya.
“Apakah Welang Biru
raja kalian?” tanya Nek Selme, membuat mereka berhenti menyanyi. Keduanya
melongoh heran.
“Ya, itu adalah nama
raja kami. Karena sangat bijaksana dan baik, kami rakyatnya memberi gelar
Rendarf Alasarf atau berhati mulia,” Godi menjelaskan.
“Pulanglah, Nenek rela kalian membawa
tanaman-tanaman tersebut. Selamatkan sahabatku,” tutur Nek Selme sedih.
Keduanya kembali melongoh.
Nek Selme menceritakan
awal kisah persahabatan mereka, karena asiknya berburu Welang Biru tersesat
sampai ke negeri manusia. Dia menjadi incaran orang-orang untuk dijadikan pemain sirkus. Nek Selme
kemudian menyelamatkannya. Selama pencarian jalan keluar menuju Negeri Kurcaci,
Welang Biru mengajari Nek Selme bernyanyi Oleo Wakakaka.
Welang Biru juga
memberinya sebuah gelang simbol Negeri Kurcaci yaitu akar pohon berulir sisik
naga.
Usai bercerita Nek
Selme buru-buru ke halaman depan. Dia sendiri yang memetik bunga-bunga
tersebut. Mereka harus kembali secepatnya, supaya sahabatnya bisa selamat.
Nek Selme merapal
mantera kemudian menyuruh keduanya menggeser sebuah batu hitam berbentuk kepala
singa. Perlahan-lahan kabut tebal itu menghilang, tampaklah perbatasan negeri
kurcaci.
“Hanya yang berhati
tulus bisa menggeser batu itu, kembalilah! Sampaikan salamku pada Welang Biru,”
Nek Selme memberikan bungkusan bunga-bunga itu.
Keduanya
saling pandang. Tak lupa mereka mengucapkan terimakasih atas kebaikan Nek
Selme.Walaupun sedih, mereka harus pulang. Kapanpun mereka hendak berkunjung
pintu selalu terbuka.
“Selamat
tinggal Nek Selme!” ucap mereka, kemudian tubuh keduanya menghilang seiring
bergesernya batu hitam tersebut.
Sambil
tersenyum, Nek Selme membalas dengan lambaian tangan,” selamat jalan
sahabatku.”
0 Response to "Obat untuk Raja"
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung ke Rumah Kurcaci Pos. Tidak diperkenankan menggunakan konten di blog ini, tanpa seizin Kurcaci Pos. Terima kasih.