Dimuat di Majalah Bobo |
Pencuri Warna
Oleh: Agnes Dessyana
“Warnanya
memudar!” Ratu Pelangi menjerit. “Apa yang terjadi?”
“Kristal prisma hilang dicuri!” teriak Wila, sang
penyihir warna.
Anggi, cucu Penyihir Wila, ikut berteriak. “Seseorang
meninggalkan pesan di dekat roda warna!”
Aku mengambil kristal prisma dan aku sembunyikan di
Hutan Kelabu. Bila ingin mendapatkannya, carilah aku di Hutan Kelabu! Salam,
Pencuri Warna.
Penyihir Wila membaca surat itu.
“Siapa yang akan ke sana?” tanya Ratu Pelangi.
“Biar aku yang pergi, Bunda,” ucap Pangeran Collin.
“Aku akan menemanimu, Kak Collin,” timpal Pangeran
Lori.
Ratu Pelangi terlihat ragu.
“Aku akan ikut. Meski masih pemula, aku tetap
penyihir,” sela Anggi, cucu Kakek Wila. “Kakek telah mengajarkan semua tentang
warna padaku.”
Ratu Pelangi terdiam sejenak. “Baiklah. Semoga kalian
berhasil.”
Berangkat lah Pangeran Collin, Pangeran Lori, dan
Anggi untuk mencari Pencuri Warna. Untuk sampai ke Hutan Kelabu, mereka harus
melewati Gerbang Cokelat dan Taman Kabut. Mereka sangat bersemangat dan
bersenda gurau sepanjang perjalanan.
Setelah berjalan kaki selama satu jam, ketiga anak itu
tiba di Gerbang Cokelat. Mereka bertiga langsung waspada karena mengetahui
tentang adanya raksasa penjaga gerbang. Ketiganya berjalan perlahan menuju
pintu gerbang. Mereka menelan ludah ketika melihat raksasa yang sangat besar
duduk menutupi pintu gerbang.
“Mau apa kalian?” tanya raksasa.
“Kami mau melewati gerbang dan menuju Hutan Kelabu,”
jawab Pangeran Collin.
“Kami mencari kristal prisma,” timpal Pangeran Lori.
Anggi mengangguk. “Kristal prisma itu sumber warna
Kerajaan Pelangi.”
“Kalian boleh lewat jika berhasil memecahkan teka-teki
dariku,” kata raksasa. “Ini pertanyaannya. Bagaimana Bunga Mawar, Bunga Telang,
dan Bunga Matahari bisa menjadi cokelat?”
Ketiga anak itu mengerutkan dahi. Mereka berdiskusi
dan berbisik untuk mencari jawaban.
“Kenapa bunga bisa berwana cokelat?”
“Karena layu?” usul Pangeran Lori.
“Tidak mungkin semudah itu jawabannya,” ujar Pangeran
Collin.
Kedua pangeran itu lalu tertunduk lesu. Mereka
kebingungan dan tidak bisa mendapatkan jawaban ketika mendengar teriakan Anggi.
“Aku tahu,” senyum Anggi lalu membisikkan kepada kedua
pangeran. Keduanya mengangguk-angguk. Lalu, mereka bertiga menghadap raksasa
dan berseru bersama.
“Warnanya!”
Sang raksasa bersiul. “Kalian benar. Bunga mawar itu
merah, bunga telang berwarna biru, dan bunga matahari berwarna kuning. Ketiga
warna itu menjadi cokelat ketika dicampur,” ucap raksasa sambil menunjukkan
ketiga bunga di tangannya.
"Horeee..." Pangeran Colin, Pangeran Lori,
dan Anggi bersorak kegirangan bersama.
“Kalian boleh lewat. Semoga berhasil menangkap pencuri
warna,” kedip sang raksasa.
Ketiga anak itu bingung bagaimana raksasa tahu tentang
pencuri warna padahal mereka tidak memberitahukannya. Tapi mereka
mengabaikannya dan langsung berjalan melewati gerbang. Mereka merasa sangat
senang bisa selangkah lebih dekat menangkap pencuri warna. Satu jam kemudian,
mereka tiba di Taman Kabut.
“Ergh, aku tidak dapat melihat jelas,” gerutu Pangeran
Lori.
Pangeran Collin mengerjapkan matanya. “Bagaimana kita
bisa melewati taman ini?”
Anggi yang sedang berjalan tiba-tiba terjatuh karena
tersandung batu. Di saat membantu Anggi, mereka menemukan secarik kertas di
atas tanah.
Ia berwarna putih dan tinggi. Tapi, ia menjadi pendek
ketika memakai topi merah. Tebak siapa dia dan kalian bisa melewati taman
dengan mudah. Salam sayang, pencuri warna. Pangeran Lori membaca keras.
Sekali lagi, ketiga anak itu berdiskusi untuk mencari
jawaban.
“Kenapa menjadi pendek saat memakai topi?” tanya
Pangeran Lori.
“Entahlah, bukannya harusnya jadi makin tinggi,” ucap
Pangeran Collin.
Mereka bertiga mencoba mencari jawaban sambil berusaha
berjalan dalam kabut.
“Coba ada cahaya, kita bisa lebih mudah melewati taman
ini,” gerutu Pangeran Lori.
“Itu dia jawabannya!” teriak Anggi.
“Apa?”
“Jawabannya lilin!” seru Anggi dan kertas itu
bersinar. Kertas itu menghilang digantikan dengan tiga buah lilin kecil. Mereka
menggunakan lilin dan berjalan keluar dari Taman Kabut dengan cepat.
Beberapa langkah kemudian, mereka tiba di Hutan
Kelabu. Mereka takjub melihat hutan itu. Semua yang ada di sana berwarna
kelabu, dari pohon, daun, air sungai, tanah, hingga langit yang juga berwarna
kelabu.
“Tempat yang aneh tapi indah,” celetuk Anggi.
Pangeran Collin dan Pangeran Lori mengangguk setuju.
Mereka terdiam untuk menikmati pemandangan sebelum mulai mencari kristal prisma
dan pencuri warna. Mereka mencari di dalam lubang pohon, di antara semak, hingga
memanjat ke atas pohon. Tapi, mereka tidak menemukan petunjuk apapun.
“Di mana si pencuri warna?” teriak Pangeran Collin.
Tepat setelah kalimat itu diutarakan, sebuah benda
menimpuk badan Pangeran Collin.
“Apa ini? Bola kertas?” ucap Pangeran Collin sambil
membuka gulungan kertas itu. Sesuatu terjatuh dari dalam kertas membuat
Pangeran Collin terkejut.
Pangeran Collin kemudian memanggil Anggi dan adiknya.
Keduanya ikut terkejut.
Selamat kalian telah menemukan kristal prisma.
Bagaimana perjalanannya? Sudah tidak merasa bosan kan? Kalian bisa kembali ke
istana, kakek menyiapkan kue bolu kesukaan kalian.
Tertanda,
Penyihir Wila.
“Ternyata kakek mendengar keluhan kita kemarin,” tawa
Anggi sambil memegang kristal prisma di tangannya.
Pangeran Collin mengangguk. “Penyihir Wila memang
paling tahu cara menghilangkan kebosanan.”
“Ayo kembali, kita sudah berhasil menemukan
kristalnya. Sekarang mari kita tangkap pencurinya,” kedip Pangeran Lori.
Ketiga anak itu tertawa bersama dan berlari pulang
menuju istana. Mereka tidak sabar untuk menceritakan petualangan mereka mencari
warna yang hilang.