Dimuat di Majalah Bobo |
*FiFadila*
“Hai Nainnawa,
aku Putri. Yok, main bareng! Aku biasanya main sama teman-temanku di lapangan
dekat sungai. gobak sodor, cari kerang kecil kijing di sungai, petak umpet.”
Putri bersalaman dengan semangat. Lupa melepas tangannya. Matanya sibuk
berkeliling halaman rumah super luas itu.
Dia
tadi masuk lewat carport yang cukup untuk tiga mobil. Lalu
menunggu di taman samping rumah dengan ber”wah-wah” tanpa sadar.
“Panggil saja Nawa, Put. Senang
berkenalan,” Nawa menarik tangannya dari Putri. Dia tersenyum canggung.
“Waktu bapak minta aku nemani kamu
main, bener enggak nyangka aku. Maksudku kamu kan punya mainan-mainan canggih.
Kukira udah enggak butuh teman kayak aku.” cerocos Putri meramaikan rumah yang
sejak tadi sepi. Sampai-sampai tidak ada kesempatan Nawa bicara.
Bapak Putri bekerja sebagai sopir
pengusaha besar pemilik rumah mewah itu. Namun baru kali ini Putri masuk rumah
itu.
“Eh, minggu depan aku bisa ajak
teman-teman mainku. Biar rumah sebesar lapangan ini enggak mubazir. Ada Siska
yang jago renang, Murni yang sok tau, dan Harti yang pelupa. Wow, itu
ada kolam juga. Wah, asyik kalau nyebur bareng-bareng,” pekik Putri. Tanpa
sadar dia menggeleng dan berdecak.
“Itu kolam ikan, Putri.” Nawa
menjawab singkat.
Putri nyengir. Dia baru sadar wajah
Nawa tak terlihat gembira. Putri jadi kikuk. Dia tidak tahu lagi apa yang harus
dia bicarakan. Nawa irit bicara. Cara bicaranya pun diatur sopan.
“Eh, bagaimana kalau kita main di lapangan
sama teman-temanku?” Putri mencoba memecah kebisuan Nawa.
“Maaf, aku tak berani ke sungai. Di
sini aja ya.” Jawab Nawa singkat. Wajahnya terlihat ngeri.
“Oh iya juga, baju bagusmu
nanti bisa kotor,” Putri melirik baju pink berenda yang dikenakan Nawa. “Ya
udah kita main di halaman ini aja. Luas sekali untuk bermain sepeda. Kamu bisa
sepedaan?”
Nawa terlihat ragu-ragu menggerakkan
kepalanya. Tidak jelas antara mengangguk atau menggeleng.
“Ah, kamu masih takut ya naik sepeda?
Ayo, ayo kuajari. Mana sepedamu?” mata Putri berkeliling halaman dengan
semangat. Dia pun terpaku pada sepeda yang tersandar di dinding. sepeda mini
cantik warna pink. Pasti itu milik Nawa. Putri langsung menyambarnya.
“Ayo, Nawa kamu duduk di depan. Aku
jaga keseimbangan di sadel belakang. Kalaupun jatuh, paling banter natap
rumput. Enggak bakal sakit. Percaya deh, aku sudah berkali-kali jatuh dari
sepeda. Sampe sekarang masih bisa lari kok,” Putri tergelak ringan.
Nawa menggeleng, Dia membuka mulutnya
tapi tidak jadi bicara.
“Enggak usah takut! Lihat nih caraku
ngayuh!” Putri memutar pedal sepeda pink. Dia berkeliling halaman berumput
luas.
Dia pun pamer lepas tangan di depan
Putri. Berikutnya dia mengayuh hanya dengan satu kaki. Anehnya, Nawa
memandangnya dengan alis berkerut. Bahkan sesekali menutup muka dengan tangan.
Padahal Murni, Siska dan Harti akan terkikik melihat gayanya bersepeda.
Dhug. Byur. Putri meluncur ke kolam ikan. Sepeda
Nawa terguling di depan kolam. Untung tidak sampai jatuh menimpa kepala Putri
waktu jatuh tadi.
“Tolong ada yang kejebur!” Nawa
berlari panik dan masuk rumah.
Putri pun mendorong sepeda Nawa
pulang. Tubuhnya basah kuyup dan bau ikan. Dia sudah bilang pada salah satu
pembantu rumah yang menolongnya keluar kolam tadi. Ia akanmenyervis sepeda Nawa.
As roda depan tidak lagi bulat sempurna. Putri berharap Bapak bisa membetulkan
sepeda itu.
**
“Nawa
tidak suka padaku. Pasti dia takkan mau mengundangku lagi ke rumahnya,” Putri
bercerita pada ketiga sahabat yang menjenguknya malam itu.
“Kamu
sih, ceroboh! Kalo ngomong enggak pake titik koma pula!” Murnimencubit
lengan Putri.
“Aduh, duh, Murni. Jangan ngomel,
dong. Bapak tadi sudah marahin aku.” Putri meringis kesakitan. Lengan kirinya
lebam karena terantuk keras setang sepeda. Tubuhnya njarem semua. Mencoba duduk saja rasanya seperti digebukin orang
sekampung.
Tiba-tiba terdengar salam. Ada tamu
yang mencari Putri. Muncullah Nawa membawa buah-buhan segar yang diletakkan di
meja belajar Putri.
“Lekas sembuh ya, Put. Maaf, aku ketakutan
sekali saat kamu kejebur tadi. Waktu kecil aku pernah nabrak truk parkir waktu blajar
sepedaan. Jadi sedikit trauma kalau bermain di luar rumah atau naik sepeda.”
Raut Nawa terlihat menyesal.
“Eh,
mereka temanmu ya,” Nawa tersenyum pada Siska, Murni dan Harti.“Minggu depan kalian
semua main saja ke rumahku. Jujur, aku senang mendengar cerita-cerita Putri. Kalo
cerita asyik dan lucu.”
Putri nyengir saat pinggangnya kena
sikut Siska. Ternyata Nawa baik hati dan tidak pilih-pilih teman.Yang paling
penting, Nawa suka cerita-ceritanya.(*)