Dimuat di Majalah Bobo |
Toko
Kue Nyonya Gunpanti
Oleh
: Liza Erfiana
Di
meja kasir, Nyonya Gunpanti berkali-kali menghitung keuntungan yang bakal dia
peroleh, kalau mengerjakan pesanan kue dari Nyonya Sesilia. Dengan dinaikan dua
kali lipat, Nyonya Sesilia tetap tidak keberatan. Berarti keuntungan yang akan
didapatkan Nyonya Gunpanti semakin besar.
“Waw!
Aku harus terima itu!” ucapnya berbinar.
Keesokan
hari, Nyonya Sesilia kembali datang untuk membicarakan pesanannya kemarin.
Dengan senang hati, Nyonya Gupanti menerima tawaran itu. Apalagi uang muka yang
diberikan Nyonya Sesilia lebih dari separuh biaya kue seluruhnya.
Nyonya
Sesilia memesan dua ratus loyang kue setiap hari, selama tiga hari
berturut-turut. Sebagai bangsawan di Kota Pelangi, seperti ada keharusan
baginya untuk merayakan Hari Kue dengan meriah. Nyonya Sesilia mengundang
anak-anak dan orang kurang mampu untuk berpesta bersama.
Suasana
toko mulai ramai, pengunjung telah berdatangan untuk membeli kue-kuenya yang
lezat.
“Selamat siang Nyonya Gunpati! Aku memesan dua
loyang kue apel, untuk Hari Kue besok,” kata Nek Greci, ceria. Nyonya Gunpati
menolaknya, karena harus mengerjakan pesanan Nyonya Sesilia.
Timi,
yang biasa suka memesan kue nanas juga ditolak oleh Nyonya Gunpanti. Kakek Sam
yang sangat menyukai kue lapis madu buatan Nyonya Gunpanti mengalami nasib yang
sama. Hari itu semua pelanggan yang ingin memesan kue ditolak karena alasan
yang sama.
Di
kota Pelangi, toko Kue Nyonya Gunpanti sangat terkenal. Kuenya enak dan lezat,
tempatnya bersih dan pelayanannya cepat, karena Nyonya Gunpati memiliki dua
orang karyawan yang cekatan. Ditambah lagi, toko itu adalah yang paling besar,
paling lama berdiri, karena merupakan warisan Nenek Asela, ibunya. Banyak toko
lain yang tidak bertahan lama dan bangkrut, tetapi toko itu tetap berdiri
megah. Setiap hari banyak pengunjung yang datang.
Toko
Kue Nyonya Gunpanti tutup selama tiga hari, karena sedang mengerjakan kue-kue
pesanan Nyonya Sesilia. Pelanggan yang sudah terlanjur datang, jadi kecewa.
Akhirnya, mereka pulang dengan membuat kue sendiri atau mencari kue di toko
lain.
Hari
keempat, pesanan kue selesai sudah. Nyonya Gunpati benar-benar senang.
Keuntungan yang didapatnya sungguh besar. Untuk menikmati kebahagian itu,
Nyonya Gunpati tidak membuka tokonya di hari keempat. Dia sengaja ingin
bersenang-senang dulu dan meliburkan karyawannya.
Hari
kelima rencananya mereka akan buka kembali, tetapi gandum dan gula sangat
langka di pasar. Akhirnya mereka libur kembali.
Hari
keenam Nyonya Gunpanti membuka tokonya dengan ceria. Wangi kue dan roti menguar
kemana-mana. Yang mencium aroma kue itu dijamin langsung menelan ludah.
Siang
telah datang, biasanya pengunjung sudah ramai. Sekarang belum ada satu pun yang
datang. Nyonya Gunpanti dan dua karyawannya terkantuk-kantuk di meja. Sore hari,
datang satu pengunjung, Pak Jones namanya. Dia hanya membeli dua potong roti. Akibatnya,
hari itu Nyonya Gunpati merugi, kue yang sudah dibuatnya tidak bisa dijual lagi
esok pagi.
Hari
kedua membuka toko, Nyonya Gunpanti sangat semangat. Namun, sama seperti
kemarin, pengunjung masih sepi. Biasanya, mereka terus berdiri melayani
pembeli, sekarang hanya duduk manis di meja masing-masing.
Hari
ketiga dan keempat hujan turun sangat deras. Penduduk malas keluar rumah. Akhirnya,
kue-kue di toko kue Nyonya Gunpanti masih terpajang manis.
Cuaca
cerah di hari kelima. Nyonya Gunpati tidak patah semangat. Dia membuka kembali
tokonya. Pengunjung yang datang masih sedikit.
“Ah...hampir
seminggu aku merugi!” keluh Nyonya Gunpanti sembari mengurut kepalanya yang
terasa dihimpit.
Sore
hari, Nenek Grece, yang dulu pernah ditolaknya datang. Seperti biasa dua loyang
kue apel dipesannya. Wajah Nyonya Gunpati kembali cerah. Pelanggan setianya telah
datang.
“Pengunjung
kecewa dengan keputusanmu. Seharusnya, kamu layani juga permintaan mereka.
Jangan hanya ingin mendapatkan keuntungan besar kamu mengabaikan kami!” sindir
Nenek Grece.
Deg....Nyonya
Gunpanti tersadar. Kata-kata yang keluar dari mulut Nenek Grace seperti bola
yang mengenai wajahnya. Dia telah mengabaikan pelanggannya demi keuntungan
besar.
“Semoga
saja kesalahanmu, akan terhapuskan oleh lezatnya kuemu!” ujar Nenek Grece
berlalu pergi.
“Aamiin!”
jawab Nyonya Gunpati tertunduk.
Ucapan
Nenek Grece memang benar. Dia menyesal, seharusnya dia tetap melayani
pelanggannya. Sebenarnya, Nyonya Gunpati bisa mengerjakan tiga ratus loyang perhari.
Dengan dua ratus pesanan Nyonya Sesilia, dia masih ada waktu untuk mengerjakan
pesanan pelanggannya.
“Aku benar-benar ceroboh!” sesalnya.
Kini,
Nyonya Gunpati harus berjuang untuk mendapatkan hati pelanggannya kembali. Dia
berjanji tidak akan mengecewakan mereka lagi, karena pembeli adalah raja.
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
Delete