Si Belly
Oleh: Suwanda
Oleh: Suwanda
“Uhuk...
Uhukkk...” Belly terbatuk-batuk.
Belly adalah sepeda mini berwarna merah muda bergambar Hello Kitty dengan keranjang kecil berwarna putih yang berhias pita merah muda. Di stang sebelah kanan menempel bel berwarna emas, dan di ujung kedua stangnya terdapat rumbai-rumbai berwarna merah muda.
“Uhhh... Banyak sekali debu di sini.” Belly menggerutu sambil membersihkan debu di tubuhnya.
Belly adalah sepeda mini berwarna merah muda bergambar Hello Kitty dengan keranjang kecil berwarna putih yang berhias pita merah muda. Di stang sebelah kanan menempel bel berwarna emas, dan di ujung kedua stangnya terdapat rumbai-rumbai berwarna merah muda.
“Uhhh... Banyak sekali debu di sini.” Belly menggerutu sambil membersihkan debu di tubuhnya.
Belly melihat sekelilingnya. Penuh barang-barang. Tiba-tiba Belly menangis sesenggukan. Ia takut berada di tempat yang gelap. Apalagi, di tempat itu tidak ada yang dikenalnya.
“Huuu... Kenapa aku ada di sini? Tempat ini kotor sekali,” isak Belly.
“Hei, kamu siapa?” tanya sebuah monitor komputer.
“Boleh kami kenalan denganmu?” sebuah lemari menambahi.
“Aku ada di mana?” Belly masih sesenggukan.
“Kamu ada di gudang, tempat barang-barang tak terpakai,” jawab monitor komputer.
“Iya, Kenalkan, namaku Alma. Ini Moni dan Memei,” Almari itu mengenalkan diri sambil menunjuk kedua temannya. “Tenanglah. Kamu di sini tidak sendirian kok. Ada kami yang siap menemanimu.”
“Iya. Kamu jangan sedih. Walau tempat ini kotor, kita bisa bermain bersama,” Memei, si meja yang kakinya tinggal tiga ikut menyapa dengan riang.
“Terima kasih. Namaku Belly,” tangis Belly mulai mereda.
“Kenapa kamu bisa di sini? Ini kan gudang?” tanya Memei.
Belly lalu bercerita. Kemarin Ane dibelikan sepeda baru oleh Papa dan Mamanya. Menurut papa Ane, sepeda itu lebih bagus dari diriku dan model terbaru. Padahal Belly merasa dia lebih bagus daripada sepeda baru itu.
“Tenanglah, Bel. Memang tugas kita membantu manusia. Dulu kami juga membantu keluarga Ane. Ketika mereka membeli yang baru lalu menyimpan kami di sini. Awalnya kami merasa sedih. Kami merasa tak berguna lagi. Tapi lama-lama kami sadar. Tidak mungkin selamanya kami akan bersama mereka,” Moni menjelaskan panjang lebar.
Belly hanya mengangguk. Tapi sebenarnya, Belly masih sangat sedih sekali.
***
Sudah lima hari Belly berada di gudang. Teman-teman barunya selalu berusaha menghibur dan mengajaknya bermain. Tapi ia masih enggan untuk ikut bermain. Belly masih sedih. Ia ingin sekali Ane mengendarainya pergi ke taman.
Kreeekkkkk....
Pintu gudang terbuka. Sesosok wajah menyembul dari balik pintu. Itu Ane, gumam
Belly. Mau apa dia datang ke sini, Belly bertanya-tanya dalam hati.
Ane menghampiri Belly. Lalu mengelus-elus Belly sejenak. Ane membawa Belly keluar dari gudang, lalu menuju pohoh mangga yang tumbuh rindang di halaman samping. Di sana sudah ada ember hitam berisi air dan sikat kecil yang biasa digunakan Ane untuk membersihkan Belly.
Hore! Ane ternyata masih sayang padaku, teriak Belly dalam hati. Ane membersihkan debu yang menempel di tubuh Belly. Kemudian mencucinya hingga terlihat bersih dan mengilap.
“Hai, Kak Ane!” sapa seorang anak perempuan. Belly mengamatinya. Ternyata itu Andrena, sepupu Ane.
Ane menghampiri Belly. Lalu mengelus-elus Belly sejenak. Ane membawa Belly keluar dari gudang, lalu menuju pohoh mangga yang tumbuh rindang di halaman samping. Di sana sudah ada ember hitam berisi air dan sikat kecil yang biasa digunakan Ane untuk membersihkan Belly.
Hore! Ane ternyata masih sayang padaku, teriak Belly dalam hati. Ane membersihkan debu yang menempel di tubuh Belly. Kemudian mencucinya hingga terlihat bersih dan mengilap.
“Hai, Kak Ane!” sapa seorang anak perempuan. Belly mengamatinya. Ternyata itu Andrena, sepupu Ane.
“Halo, Andrena! Sepupu manisku!”
“Wah... Sepedanya keren, Kak. Boleh aku mencobanya?” tanya Andrena penuh harap.
“Tentu saja boleh,” jawab Ane dengan ramah.
Andrena mengitari pohon mangga dengan mengendarai Belly.
“Andrena! Ayo kita pergi sekarang,” teriak Ane sambil mengendarai sepeda barunya.
“Ayo! Siapa takut,” jawab Andrena penuh semangat.
Mereka mengendarai sepeda beriringan. Andrena mengendarai Belly, dan Ane mengendarai sepeda barunya.
Belly sedih, ia tidak suka kalau Ane memberinya pada Andrena. Anak itu kan ceroboh. Ane sering kesal pada Andrena, karena sepupunya itu sering menghilangkan mainannya. Belly takut Andrena tidak menyayanginya. Belly menangis sesenggukan.
Tak lama kemudian mereka berhenti di depan sebuah rumah papan. Halamannya ditumbuhi bunga berwarna-warni yang indah sekali. Seorang anak kecil bergegas menyambut mereka.
“Hei, Elsie. Apa kabar?” sapa Ane ketika memasuki halaman rumah itu.
“Hei, Kak Ane. Baik-baik saja. Ayo masuk,” jawab Elsie dengan riang. Ia sedikit terkejut melihat kedatangan Ane dan Andrena.
Mereka bertiga begitu asyik mengobrol di dalam rumah. Tapi, tak lama kemudian mereka keluar dan berjalan mendekati Belly.
“Sepeda ini untukmu, Elsie,” ucap Ane sambil mengelus-elus Belly.
Gadis cilik itu hanya diam. Matanya mulai berkaca-kaca.
“Terima kasih, kak Ane. Kakak baik sekali padaku,” Elsie membuka suara. Ia mengelus-elus Belly sambil mengusap air matanya dengan jarinya. Seketika Elsie memeluk Ane dengan erat.
“Sepeda ini pasti sangat bermanfaat untukmu, Elsie. Aku yakin, kau tidak akan terlambat lagi datang ke sekolah. Dan mulai sekarang, kau bisa berkeliling kompleks menjajakan kue buatan ibumu dengan sepeda ini.”
“Iya, Kak Ane. Sepeda ini akan aku rawat dengan baik,” kaata Elsie.
Belly sangat terharu mendengar ucapan Elsie. Belly berjanji akan membantu Elsie. Kini Belly bahagia, karena sudah menemukan teman baru yang baik hati.
“Wah... Sepedanya keren, Kak. Boleh aku mencobanya?” tanya Andrena penuh harap.
“Tentu saja boleh,” jawab Ane dengan ramah.
Andrena mengitari pohon mangga dengan mengendarai Belly.
“Andrena! Ayo kita pergi sekarang,” teriak Ane sambil mengendarai sepeda barunya.
“Ayo! Siapa takut,” jawab Andrena penuh semangat.
Mereka mengendarai sepeda beriringan. Andrena mengendarai Belly, dan Ane mengendarai sepeda barunya.
Belly sedih, ia tidak suka kalau Ane memberinya pada Andrena. Anak itu kan ceroboh. Ane sering kesal pada Andrena, karena sepupunya itu sering menghilangkan mainannya. Belly takut Andrena tidak menyayanginya. Belly menangis sesenggukan.
Tak lama kemudian mereka berhenti di depan sebuah rumah papan. Halamannya ditumbuhi bunga berwarna-warni yang indah sekali. Seorang anak kecil bergegas menyambut mereka.
“Hei, Elsie. Apa kabar?” sapa Ane ketika memasuki halaman rumah itu.
“Hei, Kak Ane. Baik-baik saja. Ayo masuk,” jawab Elsie dengan riang. Ia sedikit terkejut melihat kedatangan Ane dan Andrena.
Mereka bertiga begitu asyik mengobrol di dalam rumah. Tapi, tak lama kemudian mereka keluar dan berjalan mendekati Belly.
“Sepeda ini untukmu, Elsie,” ucap Ane sambil mengelus-elus Belly.
Gadis cilik itu hanya diam. Matanya mulai berkaca-kaca.
“Terima kasih, kak Ane. Kakak baik sekali padaku,” Elsie membuka suara. Ia mengelus-elus Belly sambil mengusap air matanya dengan jarinya. Seketika Elsie memeluk Ane dengan erat.
“Sepeda ini pasti sangat bermanfaat untukmu, Elsie. Aku yakin, kau tidak akan terlambat lagi datang ke sekolah. Dan mulai sekarang, kau bisa berkeliling kompleks menjajakan kue buatan ibumu dengan sepeda ini.”
“Iya, Kak Ane. Sepeda ini akan aku rawat dengan baik,” kaata Elsie.
Belly sangat terharu mendengar ucapan Elsie. Belly berjanji akan membantu Elsie. Kini Belly bahagia, karena sudah menemukan teman baru yang baik hati.