Di Kota kemchi, tinggal seorang penjahit baju. Namanya Bu Roche. Ia tinggal bersama suaminya, Pak Don serta kedua anak perempuannya, Rulle dan Rumme.
Jahitan baju Bu Roche sangat bagus dan rapi. Bu Roche bisa menjahit baju model apa saja. Selain itu, ongkos jahitan Bu Roche juga murah. Makanya, pelanggan Bu Roche sangat banyak.
Suatu hari, Bu Roche melihat seorang wanita sedang berdiri di depan rumah jahitnya. Ia bukan pelanggan Bu Roche. Bu Roche menghampiri wanita yang berpakaian sederhana itu.
”Selamat siang, Bu!” sapa Bu Roche ramah. ”Ada yang bisa aku bantu?”
Wanita itu tidak menjawab pertanyaan Bu Roche. Ia malah menangis tersedu-sedu.
Bu Roche mengajak wanita itu masuk ke rumah jahitnya. Kemudian, ia membuatkan segelas susu cokelat hangat. Dengan cepat wanita itu menghabiskan susu cokelatnya.
”Kenapa menangis?” tanya Bu Roche lembut.
Wanita itu bercerita. Namanya Bu Susan. Ia tinggal bersama anak perempuannya bernama Listy. Suami Bu Susan sudah meninggal sepuluh tahun tahun yang lalu. Bu Susan bekerja keras di sebuah Pabrik pembuat tepung untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
”Saya sedih. Minggu depan, Listy, anak saya akan berulang tahun. Saya ingin sekali menghadiahkan sebuah gaun.”
”Apa Bu Susan mempunyai kain untuk menjahit gaun?” tanya Bu Roche lagi.
Wajah Bu Susan langsung berseri-seri. ”Ibu mau menjahitkan gaun untuk anak saya?”
”Tentu saja!” jawab Bu Roche.
”Ini kainnya, Bu!” Bu Susan menyerahkan sebuah bungkusan.
Bu Roche membukanya. Isinya sehelai kain bermotif bunga warna biru.. Hanya saja, kain itu sangat lusuh. Warnanya memudar.
”Kain itu hadiah dari suami saya sebelum meninggal. Saya menyimpannya bertahun-tahun. Sebenarnya, saya sayang menggunakannya. Tetapi tidak apalah. Demi putri saya satu-satunya,” cerita Bu Susan. “Saya akan bekerja keras untuk membayar ongkos jahitnya.”
Bu Roche merasa iba. Ia juga seorang Ibu dan mempunyai dua putri. Bu Roche bisa merasakan apa yang sedang dialami Bu Susan.
“Datanglah seminggu lagi untuk mengambil gaunnya!” pinta Bu Roche.
Bu Susan sangat gembira mendengar ucapan Bu Roche. Sebelum pulang, ia menjelaskan postur tubuh Listy, agar Bu Roche sudah bisa mengira-ngira ukuran gaunnya. Bu Roche mengangguk. Nanti bila gaunnya sudah jadi, dan kurang pas di Listy, Bu Roche tinggal mempermaknya sedikit.
Setelah Bu Susan pulang, Bu Roche membentangkan kain milik Bu Susan itu.
“Astaga...! Ternyata ukuran kain Bu Susan sangat kecil. Ah, seharusnya tadi aku melihat kain ini sebelum Bu Susan pergi,” sesal Bu Roche.
Bu Roche bingung. Apa yang harus kulakukan? Aku tidak bisa membuat gaun dengan kain sekecil itu, pikirnya. Bu Roche juga tidak bisa membeli kain baru. Kemarin uang tabungannya habis untuk membeli mesin jahit baru.
Tiga hari berlalu. Bu Roche belum membuatkan gaun untuk Listy. Bu Roche semakin bingung dan gelisah bila mengingat janjinya pada Bu Susan.
Pagi itu, Nyonya Lin datang ke rumah jahit Bu Roche. Nyonya Lin adalah pelanggan setia Bu Roche.
”Bu Roche, rok saya ini tolong dibuat lebih pendek,” pinta Nyonya Lin.
”Baik Nyonya Lin!” Bu Roche segera bekerja. Ia memotong rok panjang itu hingga sebatas lutut. Sebentar saja rok panjang Bu Lin sudah berubah menjadi rok pendek.
Setelah Nyonya Lin pergi, Bu Roche membersihkan potongan sisa kain rok Nyonya Lin yang berserakan di lantai.
“Mau ke mana, Rumme?” tanya Bu Roche ketika melihat Rumme keluar kamar sambil membawa setumpuk pakaian.
”Aku ingin menyimpan baju-baju yang sudah tidak terpakai di loteng, Bu,” jawab Rumme.
Tiba-tiba Bu Roche mendapat Ide. Bu Roche bergegas menuju ke loteng, lalu membuka kotak kayu besar. Bu Roche lalu mengambil sesuatu, kemudian bergegas turun kembali.
Dengan cekatan, Bu Roche Membuat pola, mengunting kain, lalu menjahit kain-kain itu. Bu Roche bekerja dengan semangat dan teliti. Hanya empat hari, gaun untuk Listy selesai.
Keesokan harinya, Bu Susan datang bersama Listy. Ternyata Listy anak yang manis dan seumur dengan Rumme. Bu Roche segera menyuruh Listy mencoba gaun barunya.
”Wow, bagus sekali!” seru Listy sambil berputar-putar di depan cermin.
Semua kagum melihat gaun Listy yang berwarna-warni. Bu Roche telah menambah kain sisa Nyonya Lin dan kain baju-baju bekas yang tidak terpakai pada gaun Listy. Agar semakin cantik, Bu Roche memasang manik-manik, renda dan pita.
”Terima kasih, Bu Roche! Ini ongkos jahitnya!” ucap Bu Susan sambil mengeluarkan uang dari saku mantelnya.
”Tidak usah bayar! Anggap saja hadiah dariku!” jawab Bu Roche.
Bu Susan dan Listy menangis terharu. Berkali-kali mereka mengucapkan terima kasih. Bu Susan dan Listy pulang dengan hati gembira.
Tanpa sadar, Bu Roche menitikkan airmata. Ia sangat terharu, kerena bisa membuat orang lain bahagia. Sebuah kebahagiaan yang tidak ternilai dengan uang.
Bambang Irwanto
*Cerita ini pernah dimuat di Majalah Bobo
*Cerita ini pernah dimuat di Majalah Bobo