Bedah Naskah Cerita Anak - Cerpen - Salam, Sahabat Kurcaci Pos.
Kita berjumpa lagi dalam rubrik Bedah Cerita Anak. Kali ini Kurcaci Pos akan membedah cerpen Kak Linda Satibi yang berjudul 'Alarm untuk Arkan'.
Jadi seperti edisi sebelumnya, Kurcaci Pos posting dulu cerita aslinya, ya. Kemudian baru koreksiannya. Kata yang dicoret adalah koreksian, lalu dalam kurung yang distabilo kuning itu adalah editannya. Selanjutnya catatan dari Kurcaci Pos.
Baca juga : Bedah Cerita Anak Langos Afrilla Dewi
Selamat dipelajari Sahabat Kurcaci Pos. Semoga bermanfaat.
-------------------------------------------------------------------------------------
Alarm untuk Arkan
Oleh : Linda Satibi
Arkan mengerahkan tenaganya untuk berlari sekencang mungkin. Selurus pandangannya, handle pintu gerbang sekolah mulai dipegang oleh Pak Dodo, penjaga sekolah. Pak Dodo akan menutup gerbang. Arkan menambah kecepatan. Akhirnya saat pintu gerbang hampir menutup, Arkan tepat tiba di depannya.
“Stop, Pak!” Napas Arkan tersengal. “Izinkan saya masuk, please,” imbuhnya, masih dengan terengah-engah.
Pak Dodo menghentikan gerakan menutup pintu. Arkan dipersilakan masuk. “Terlambat lima detik lagi, kamu tidak bisa masuk.”
Itu dua hari yang lalu. Sekarang lagi-lagi Arkan mengalami hal yang sama. Setelah selamat dari pintu gerbang, kali ini Bu Eva, walikelasnya, menegur keras. “Baru dua hari yang lalu kamu terlambat. Sekarang terlambat lagi.”
Mulut Arkan terkunci. Kepalanya menunduk.
“Mengapa kamu terlambat lagi?” tanya Bu Eva.
Arkan bergeming. Ia berdiri dengan pandangan matanya tetap ke bawah. Tak berani mengangkat kepala. Apalagi menjawab alasan sebenarnya mengapa ia terlambat. Dua hari lalu, Arkan terlalu asik bermain-main dengan hamster kesayangannya. Sedangkan tadi Arkan keasikan memberi makan ikan di akuarium, lalu terus mengamati mereka yang berenang-renang riang. Ketika Arkan sadar, ia segera melihat jam dinding. Ternyata pukul 07.45, sedangkan sekolah masuk pukul 08.00. Padahal Arkan belum mandi dan sarapan. Lalu pontang-panting Arkan mandi dan berpakaian, serta sarapannya dibawa ke dalam kotak bekal untuk dimakan saat jam istirahat.
Melihat Arkan yang diam saja, Bu Eva tidak memaksa. Bu Eva meminta Arkan untuk tidak mengulangi lagi kelalaiannya. Lalu Bu Eva menyuruh Arkan duduk. Pelajaran pertama pun dimulai.
Di rumah, Arkan tidak berani menceritakan kejadian terlambat kepada Bunda. Karena sebelum berangkat kerja, Bunda pasti berpesan agar Arkan benar-benar memperhatikan waktu. Tapi Arkan malah menunda-nunda. Padahal pesan Bunda, Arkan harus segera mandi begitu Bunda berangkat kerja pukul 06.30.
Arkan mengembuskan napas kesal. Gara-gara renovasi pembangunan kelas, jam masuk sekolah jadi lebih siang. Kelas Arkan, kelas V, menggunakan kelas I yang masuk pukul 06.00 dan pulang pukul 09.00. Jadi kelas Arkan belajar di masjid sekolah dari pukul 08.00 sampai pukul 09.00. Setelah itu masuk ke ruangan kelas I.
Akibatnya Arkan jadi sendiri di rumah pada pagi hari, karena Bunda berangkat kerja dan Kakak berangkat sekolah pukul 06.30. Mulanya Arkan senang, bisa santai-santai. Namun ternyata, santainya kebablasan.
Sayangnya, beberapa hari kemudian, di pagi hari Arkan kembali asik dengan kesenangannya. Kali ini ketika Bunda dan Kakak sudah berangkat, Arkan melanjutkan cerita komik yang dibuatnya semalam. Arkan memang sangat suka menggambar dan membuat cerita.
Bu Eva nampak gusar saat mendapati Arkan kembali terlambat. “Ini peringatan terakhir ya, Arkan. Kalau setelah ini masih terlambat, Ibu akan memanggil bundamu ke sekolah.”
Arkan mengangguk lemah. Ia tidak ingin hal itu terjadi. Jangan sampai Bunda dipanggil ke sekolah. Arkan tidak mau Bunda merasa malu karena Arkan lalai pada peraturan sekolah. Dan lagi, Arkan masih ingat, Bunda tidak bisa keluar kantor pada jam kerja karena bos-nya sulit memberikan izin. Arkan tidak mau membuat Bunda susah.
Maka pada hari Minggu yang cerah ini, Arkan tidak bisa sepenuhnya gembira. Ia masih memikirkan bagaimana caranya agar tidak keasikan mengerjakan sesuatu di pagi hari, sehingga menyebabkan terlambat sekolah.
“Arkan!” Suara Bunda mengagetkan.
“Pagi-pagi kok melamun?” Bunda mendekati Arkan yang sedang duduk di teras.
Arkan menggeleng sambil tersenyum. “Nggak kok, Bun. Arkan nggak melamun,” elaknya.
Bunda balas tersenyum hingga lesung pipitnya terlihat. Cantik sekali. “Ya sudah kalau nggak melamun, sekarang bisa tolong Bunda, kan? Tolong beli tomat 3 buah di abang sayur. Sebentar lagi dia lewat.” pinta Bunda. “Tanggung, Bunda lagi mencuci ayam.”
Arkan mengangguk sambil menerima uang dari Bunda.
Tak lama, abang sayur lewat. Suaranya cukup nyaring, “Yuurrrr... Salayuuurrr..”
Arkan bergegas membuka pintu pagar. Ia mendekati abang sayur yang menghentikan gerobak sayurnya di depan rumah. Dilihatnya ibu-ibu yang lain pun mulai berdatangan hendak belanja juga.
Setelah selesai membeli tomat, Arkan penasaran dan berkata kepada abang sayur. “Bang, pas banget tadi Bunda bilang, sebentar lagi Abang lewat, eh ternyata benar.”
Abang sayur tergelak. “Ibu-ibu di sini sudah hapal, Abang pasti lewat jam segini, jam tujuh-an lewat.”
“Iya, Ar. Kita semua sudah hapal. Paling telat jam setengah delapan, deh, si abang lewatnya,” ujar Bu Anisty.
Bu Feny menambahkan, “Betul, si abang sayur kita ini selalu tepat waktu lewatnya.”
Arkan tiba-tiba merasakan lampu menyala terang di benaknya. Keesokan hari dan hari-hari berikutnya, Arkan tidak khawatir lagi kebablasan waktu, saat melakukan kegiatan pagi sebelum berangkat sekolah. Bermain-main dengan hamster kesayangan, menggambar, menyelesaikan PR yang belum selesai, dll, semua dilakukan di teras. Saat terdengar teriakan abang sayur, Arkan langsung menghentikan kegiatannya dan bersiap berangkat sekolah. Suara abang sayur menjadi alarm untuk Arkan.
----------------------------------------------------------------------------
Koreksian Naskah :
Arkan mengerahkan tenaganya untuk berlari sekencang mungkin. Selurus pandangannya,handle (ini bisa diganti pakai kata Indonesia saja : gagang) pintu gerbang sekolah mulai dipegang oleh Pak Dodo, penjaga sekolah. Pak Dodo akan menutup gerbang. Arkan menambah kecepatan. Akhirnya saat pintu gerbang hampir menutup, Arkan tepat tiba di depannya.
“Stop, Pak!” Napas Arkan tersengal. “Izinkan saya masuk,please (untuk kata asing, harus ditulis miring : please)” imbuhnya, masih dengan terengah-engah.
Pak Dodo menghentikan gerakan menutup pintu. Arkan dipersilakan masuk. “Terlambat lima detik lagi, kamu tidak bisa masuk.”
Itu dua hari yang lalu. Sekarang lagi-lagi Arkan mengalami hal yang sama (Dengan adanya kalimat ini, maka alur di tas itu jadi mundur. Padahal sebaiknya untuk cerita pendek, alurnya maju>maju>maju). Setelah selamat dari pintu gerbang, kali ini Bu Eva, walikelasnya, menegur keras. “Baru dua hari yang lalu kamu terlambat. Sekarang terlambat lagi.”
Mulut Arkan terkunci. Kepalanya menunduk.
“Mengapa kamu terlambat lagi?” tanya Bu Eva.
Arkan bergeming. Ia berdiri dengan pandangan matanya tetap ke bawah. Tak berani mengangkat kepala (ini kalimatnya bisa disingkat saja . Misalnya : Arkan hanya terdiam sambil terus menunduk). Apalagi menjawab alasan sebenarnya mengapa ia terlambat. Dua hari lalu, Arkan terlalu asik bermain-main dengan hamster kesayangannya. Sedangkan tadi Arkan keasikan memberi makan ikan di akuarium, lalu terus mengamati mereka yang berenang-renang riang. Ketika Arkan sadar, ia segera melihat jam dinding. Ternyata pukul 07.45, sedangkan sekolah masuk pukul 08.00. Padahal Arkan belum mandi dan sarapan. Lalu pontang-panting Arkan mandi dan berpakaian, serta sarapannya dibawa ke dalam kotak bekal untuk dimakan saat jam istirahat. (memang ini ke mana orang tua Arkan? Biasanya ada yang mengingatkan, kalau anak harus segera berangkat sekolah. Jadi harus dijelaskan. Misalnya orang tua Arkan sedang tidak ada di rumah atau hal lain. Tapi tetap harus sesuai logika.)
Melihat Arkan yang diam saja, Bu Eva tidak memaksa. Bu Eva meminta Arkan untuk tidak mengulangi lagi kelalaiannya. Lalu Bu Eva menyuruh Arkan duduk. Pelajaran pertama pun dimulai.
Di rumah, Arkan tidak berani menceritakan kejadian terlambat kepada Bunda. Karena sebelum berangkat kerja, Bunda pasti berpesan agar Arkan benar-benar memperhatikan waktu. Tapi Arkan malah menunda-nunda. Padahal pesan Bunda, Arkan harus segera mandi begitu Bunda berangkat kerja pukul 06.30.
Arkan mengembuskan napas kesal. Gara-gara renovasi pembangunan kelas, jam masuk sekolah jadi lebih siang. Kelas Arkan, kelas V, menggunakan kelas I yang masuk pukul06.00 (ini tidak pas. Terlalu pagi anak-anak sekolah pukul 6. Itu berangkat dan bersipan sekolahnya mulai jam berapa?) dan pulang pukul 09.00. Jadi kelas Arkan belajar di masjid sekolah dari pukul 08.00 sampai pukul 09.00. Setelah itu masuk ke ruangan kelas I. (ini logikanya tidak pas. Terlalu ribet. Kan bisa, belajar seperti jam biasa saja. Kelas 1 tetap di kelas, dan kelas V bisa sekalian di masjid atau ruangan lain. Soalnya tidak jelas ini sekolah Arkan sekolah umum atau islami. Jadi bisa saja di perpustakaan belajarnya)
Akibatnya Arkan jadi sendiri di rumah pada pagi hari, karena Bunda berangkat kerja dan Kakak berangkat sekolah pukul 06.30. Mulanya Arkan senang, bisa santai-santai. Namun ternyata, santainya kebablasan.
Sayangnya, beberapa hari kemudian, di pagi hari Arkan kembali asik dengan kesenangannya. Kali ini ketika Bunda dan Kakak sudah berangkat, Arkan melanjutkan cerita komik yang dibuatnya semalam. Arkan memang sangat suka menggambar dan membuat cerita.
Bu Evanampak (tampak) gusar saat mendapati Arkan kembali terlambat. “Ini peringatan terakhir ya, Arkan. Kalau setelah ini masih terlambat, Ibu akan memanggil bundamu (Bundamu) ke sekolah.”
Arkan mengangguk lemah. Ia tidak ingin hal itu terjadi. Jangan sampai Bunda dipanggil ke sekolah. Arkan tidak mau Bunda merasa malu karena Arkan lalai pada peraturan sekolah. Dan lagi, Arkan masih ingat, Bunda tidak bisa keluar kantor pada jam kerja karena bos-nya sulit memberikan izin. Arkan tidak mau membuat Bunda susah.
Maka pada hari Minggu yang cerah ini, Arkan tidak bisa sepenuhnya gembira. Ia masih memikirkan bagaimana caranya agar tidak keasikan mengerjakan sesuatu di pagi hari, sehingga menyebabkan terlambat sekolah.
“Arkan!” Suara Bunda mengagetkan.
“Pagi-pagi kok melamun?” Bunda mendekati Arkan yang sedang duduk di teras.
Arkan menggeleng sambil tersenyum. “Nggak kok, Bun. Arkan nggak melamun,” elaknya.
Bunda balas tersenyum hingga lesung pipitnya terlihat.Cantik sekali (Arkan kan laki-laki. Masa cantik sekali?) “Ya sudah kalau nggak melamun, sekarang bisa tolong Bunda, kan? Tolong beli tomat 3 buah di abang sayur. Sebentar lagi dia lewat.” pinta Bunda. “Tanggung, Bunda lagi mencuci ayam.”
Arkan mengangguk sambil menerima uang dari Bunda.
Tak lama,abang (Abang) sayur lewat. Suaranya cukup nyaring, “Yuurrrr... Salayuuurrr..”
Arkan bergegas membuka pintu pagar. Ia mendekatiabang sayur yang menghentikan gerobak sayurnya di depan rumah. Dilihatnya ibu-ibu yang lain pun mulai berdatangan hendak belanja juga.
Setelah selesai membeli tomat, Arkan penasaran dan berkata kepadaabang sayur. “Bang, pas banget tadi Bunda bilang, sebentar lagi Abang lewat, eh ternyata benar.”
Abang sayur tergelak. “Ibu-ibu di sini sudah hapal, Abang pasti lewat jam segini, jam tujuh-an lewat.”
“Iya, Ar. Kita semua sudah hapal. Paling telat jam setengah delapan, deh, si abang lewatnya,” ujar Bu Anisty.
Bu Feny menambahkan, “Betul, siabang sayur kita ini selalu tepat waktu lewatnya.”
Arkan tiba-tibamerasakan lampu menyala terang di benaknya (bisa diefektifkan : mendapat ide). Keesokan hari dan hari-hari berikutnya, Arkan tidak khawatir lagi kebablasan waktu, saat melakukan kegiatan pagi sebelum berangkat sekolah. Bermain-main dengan hamster kesayangan, menggambar, menyelesaikan PR yang belum selesai, dll (Tidak boleh menyingkat kata), semua dilakukan di teras. Saat terdengar teriakan abang sayur, Arkan langsung menghentikan kegiatannya dan bersiap berangkat sekolah. Suara abang sayur menjadi alarm untuk Arkan. (Penyelesaiannya terburu-buru dan dangkal)
---------------------------------------------------------------------------------------
Catatan :
Salam, Kak Linda.
Cerita seputar telat terlambat ke sekolah sudah banyak ditulis, Kak Linda. Sebenarnya, bisa saja, tapi ahrus diolah dengan beda. Sedangkan cerita di atas, sama saja polanya. Bahkan cerita Kak Linda ini terkesan buru-buru sekali ditulis, bahkan mungkin tidak ada pengendapan cerita.
Kak Linda terlalu asik mengekplor konfliknya. Jadi sejak opening konfliknya diperlebar dalam cerita. Akhirnya endingnya ditutup terburu-buru dan sangat dangkal. Pembaca tidak tahu, apakah memang Arkan berhasil melaksanakan rencananya itu.
Padahal seharusnya, begitu opening masukan konflik saja, Kak Linda. Lalu ceritakan secara singkat dan jelas. Misalnya, Arkan sedih, karena ditegur wali kelasnya. Bahkan katanya Bunda akan dipanggil. Ini karena Arkan sudah beberapa kali terlambat. sebabnya blablabla...
Nah, baru bagaimana caranya Arkan mencari solusi agar tidak terlambat lagi. Jangan ketemu Abang sayur, langsung dapat solusi.
Tapi menurut Kurcaci Pos, endingnya ini terlalu berlebihan, Kak Linda. Arkan kan bisa saja mendisiplinkan diri sendiri dari tidak asyik dulu memberi makan ikan atau bermain dengan hamsternya. Bisa juga di memasang alarm di jam bekernya, termasuk melihat jam. Termasuk bisa dibantu kakaknya.
Masih banyak kalimat yang terlalu bergaya menulis novel. Jadi tidak semua harus dideskripsikan, Kak Linda. Cukup bagian-bagian yang penting saja, agar jatah kata yang tersedia cukup.
Untuk cerita anak, termasuk di media, usahakan tidak menggunakan alur mundur. Cerita Kak Linda ini alur openingnya mundur karena ada kalimat yang menjelaskan alur itu 2 hari yang lalu.
Untuk cerpen, karena cerita realis, perhatikan logika cerita ya, Kak Linda. Jangan membuat hal-hal yang membuat pembaca mengerutkan kening. Misalnya soal tempat belajar sementara itu. Tidak ada kelas 1 mulai sekolah pukul 6 pagi, kak. Lalu perjelas hal-hal yang memang perlu penjelasan.
Padahal, dari judul saja 'Alarm untuk Arkan', Kak Linda bisa eksplor cerita berbeda. Tidak harus terlambat sekolah saja, tapi banyak hal lain. Soalnya Alarm = tanda pengingat. Jadi bisa diterapan di mana saja. Jadi cari apa saja dalam kehidupan Arkan yang bisa dimasukan hal itu.
Demikian masukan dari Kurcaci Pos, Kak Linda. Terus semangat menulis.
Kita berjumpa lagi dalam rubrik Bedah Cerita Anak. Kali ini Kurcaci Pos akan membedah cerpen Kak Linda Satibi yang berjudul 'Alarm untuk Arkan'.
Jadi seperti edisi sebelumnya, Kurcaci Pos posting dulu cerita aslinya, ya. Kemudian baru koreksiannya. Kata yang dicoret adalah koreksian, lalu dalam kurung yang distabilo kuning itu adalah editannya. Selanjutnya catatan dari Kurcaci Pos.
Baca juga : Bedah Cerita Anak Langos Afrilla Dewi
Selamat dipelajari Sahabat Kurcaci Pos. Semoga bermanfaat.
-------------------------------------------------------------------------------------
Alarm untuk Arkan
Oleh : Linda Satibi
Arkan mengerahkan tenaganya untuk berlari sekencang mungkin. Selurus pandangannya, handle pintu gerbang sekolah mulai dipegang oleh Pak Dodo, penjaga sekolah. Pak Dodo akan menutup gerbang. Arkan menambah kecepatan. Akhirnya saat pintu gerbang hampir menutup, Arkan tepat tiba di depannya.
“Stop, Pak!” Napas Arkan tersengal. “Izinkan saya masuk, please,” imbuhnya, masih dengan terengah-engah.
Pak Dodo menghentikan gerakan menutup pintu. Arkan dipersilakan masuk. “Terlambat lima detik lagi, kamu tidak bisa masuk.”
Itu dua hari yang lalu. Sekarang lagi-lagi Arkan mengalami hal yang sama. Setelah selamat dari pintu gerbang, kali ini Bu Eva, walikelasnya, menegur keras. “Baru dua hari yang lalu kamu terlambat. Sekarang terlambat lagi.”
Mulut Arkan terkunci. Kepalanya menunduk.
“Mengapa kamu terlambat lagi?” tanya Bu Eva.
Arkan bergeming. Ia berdiri dengan pandangan matanya tetap ke bawah. Tak berani mengangkat kepala. Apalagi menjawab alasan sebenarnya mengapa ia terlambat. Dua hari lalu, Arkan terlalu asik bermain-main dengan hamster kesayangannya. Sedangkan tadi Arkan keasikan memberi makan ikan di akuarium, lalu terus mengamati mereka yang berenang-renang riang. Ketika Arkan sadar, ia segera melihat jam dinding. Ternyata pukul 07.45, sedangkan sekolah masuk pukul 08.00. Padahal Arkan belum mandi dan sarapan. Lalu pontang-panting Arkan mandi dan berpakaian, serta sarapannya dibawa ke dalam kotak bekal untuk dimakan saat jam istirahat.
Melihat Arkan yang diam saja, Bu Eva tidak memaksa. Bu Eva meminta Arkan untuk tidak mengulangi lagi kelalaiannya. Lalu Bu Eva menyuruh Arkan duduk. Pelajaran pertama pun dimulai.
Di rumah, Arkan tidak berani menceritakan kejadian terlambat kepada Bunda. Karena sebelum berangkat kerja, Bunda pasti berpesan agar Arkan benar-benar memperhatikan waktu. Tapi Arkan malah menunda-nunda. Padahal pesan Bunda, Arkan harus segera mandi begitu Bunda berangkat kerja pukul 06.30.
Arkan mengembuskan napas kesal. Gara-gara renovasi pembangunan kelas, jam masuk sekolah jadi lebih siang. Kelas Arkan, kelas V, menggunakan kelas I yang masuk pukul 06.00 dan pulang pukul 09.00. Jadi kelas Arkan belajar di masjid sekolah dari pukul 08.00 sampai pukul 09.00. Setelah itu masuk ke ruangan kelas I.
Akibatnya Arkan jadi sendiri di rumah pada pagi hari, karena Bunda berangkat kerja dan Kakak berangkat sekolah pukul 06.30. Mulanya Arkan senang, bisa santai-santai. Namun ternyata, santainya kebablasan.
Sayangnya, beberapa hari kemudian, di pagi hari Arkan kembali asik dengan kesenangannya. Kali ini ketika Bunda dan Kakak sudah berangkat, Arkan melanjutkan cerita komik yang dibuatnya semalam. Arkan memang sangat suka menggambar dan membuat cerita.
Bu Eva nampak gusar saat mendapati Arkan kembali terlambat. “Ini peringatan terakhir ya, Arkan. Kalau setelah ini masih terlambat, Ibu akan memanggil bundamu ke sekolah.”
Arkan mengangguk lemah. Ia tidak ingin hal itu terjadi. Jangan sampai Bunda dipanggil ke sekolah. Arkan tidak mau Bunda merasa malu karena Arkan lalai pada peraturan sekolah. Dan lagi, Arkan masih ingat, Bunda tidak bisa keluar kantor pada jam kerja karena bos-nya sulit memberikan izin. Arkan tidak mau membuat Bunda susah.
Maka pada hari Minggu yang cerah ini, Arkan tidak bisa sepenuhnya gembira. Ia masih memikirkan bagaimana caranya agar tidak keasikan mengerjakan sesuatu di pagi hari, sehingga menyebabkan terlambat sekolah.
“Arkan!” Suara Bunda mengagetkan.
“Pagi-pagi kok melamun?” Bunda mendekati Arkan yang sedang duduk di teras.
Arkan menggeleng sambil tersenyum. “Nggak kok, Bun. Arkan nggak melamun,” elaknya.
Bunda balas tersenyum hingga lesung pipitnya terlihat. Cantik sekali. “Ya sudah kalau nggak melamun, sekarang bisa tolong Bunda, kan? Tolong beli tomat 3 buah di abang sayur. Sebentar lagi dia lewat.” pinta Bunda. “Tanggung, Bunda lagi mencuci ayam.”
Arkan mengangguk sambil menerima uang dari Bunda.
Tak lama, abang sayur lewat. Suaranya cukup nyaring, “Yuurrrr... Salayuuurrr..”
Arkan bergegas membuka pintu pagar. Ia mendekati abang sayur yang menghentikan gerobak sayurnya di depan rumah. Dilihatnya ibu-ibu yang lain pun mulai berdatangan hendak belanja juga.
Setelah selesai membeli tomat, Arkan penasaran dan berkata kepada abang sayur. “Bang, pas banget tadi Bunda bilang, sebentar lagi Abang lewat, eh ternyata benar.”
Abang sayur tergelak. “Ibu-ibu di sini sudah hapal, Abang pasti lewat jam segini, jam tujuh-an lewat.”
“Iya, Ar. Kita semua sudah hapal. Paling telat jam setengah delapan, deh, si abang lewatnya,” ujar Bu Anisty.
Bu Feny menambahkan, “Betul, si abang sayur kita ini selalu tepat waktu lewatnya.”
Arkan tiba-tiba merasakan lampu menyala terang di benaknya. Keesokan hari dan hari-hari berikutnya, Arkan tidak khawatir lagi kebablasan waktu, saat melakukan kegiatan pagi sebelum berangkat sekolah. Bermain-main dengan hamster kesayangan, menggambar, menyelesaikan PR yang belum selesai, dll, semua dilakukan di teras. Saat terdengar teriakan abang sayur, Arkan langsung menghentikan kegiatannya dan bersiap berangkat sekolah. Suara abang sayur menjadi alarm untuk Arkan.
----------------------------------------------------------------------------
Koreksian Naskah :
Alarm untuk Arkan
Oleh : Linda Satibi
Oleh : Linda Satibi
Arkan mengerahkan tenaganya untuk berlari sekencang mungkin. Selurus pandangannya,
“Stop, Pak!” Napas Arkan tersengal. “Izinkan saya masuk,
Pak Dodo menghentikan gerakan menutup pintu. Arkan dipersilakan masuk. “Terlambat lima detik lagi, kamu tidak bisa masuk.”
Mulut Arkan terkunci. Kepalanya menunduk.
“Mengapa kamu terlambat lagi?” tanya Bu Eva.
Melihat Arkan yang diam saja, Bu Eva tidak memaksa. Bu Eva meminta Arkan untuk tidak mengulangi lagi kelalaiannya. Lalu Bu Eva menyuruh Arkan duduk. Pelajaran pertama pun dimulai.
Di rumah, Arkan tidak berani menceritakan kejadian terlambat kepada Bunda. Karena sebelum berangkat kerja, Bunda pasti berpesan agar Arkan benar-benar memperhatikan waktu. Tapi Arkan malah menunda-nunda. Padahal pesan Bunda, Arkan harus segera mandi begitu Bunda berangkat kerja pukul 06.30.
Arkan mengembuskan napas kesal. Gara-gara renovasi pembangunan kelas, jam masuk sekolah jadi lebih siang. Kelas Arkan, kelas V, menggunakan kelas I yang masuk pukul
Akibatnya Arkan jadi sendiri di rumah pada pagi hari, karena Bunda berangkat kerja dan Kakak berangkat sekolah pukul 06.30. Mulanya Arkan senang, bisa santai-santai. Namun ternyata, santainya kebablasan.
Sayangnya, beberapa hari kemudian, di pagi hari Arkan kembali asik dengan kesenangannya. Kali ini ketika Bunda dan Kakak sudah berangkat, Arkan melanjutkan cerita komik yang dibuatnya semalam. Arkan memang sangat suka menggambar dan membuat cerita.
Bu Eva
Arkan mengangguk lemah. Ia tidak ingin hal itu terjadi. Jangan sampai Bunda dipanggil ke sekolah. Arkan tidak mau Bunda merasa malu karena Arkan lalai pada peraturan sekolah. Dan lagi, Arkan masih ingat, Bunda tidak bisa keluar kantor pada jam kerja karena bos-nya sulit memberikan izin. Arkan tidak mau membuat Bunda susah.
Maka pada hari Minggu yang cerah ini, Arkan tidak bisa sepenuhnya gembira. Ia masih memikirkan bagaimana caranya agar tidak keasikan mengerjakan sesuatu di pagi hari, sehingga menyebabkan terlambat sekolah.
“Arkan!” Suara Bunda mengagetkan.
“Pagi-pagi kok melamun?” Bunda mendekati Arkan yang sedang duduk di teras.
Arkan menggeleng sambil tersenyum. “Nggak kok, Bun. Arkan nggak melamun,” elaknya.
Bunda balas tersenyum hingga lesung pipitnya terlihat.
Arkan mengangguk sambil menerima uang dari Bunda.
Tak lama,
Arkan bergegas membuka pintu pagar. Ia mendekati
Setelah selesai membeli tomat, Arkan penasaran dan berkata kepada
Abang sayur tergelak. “Ibu-ibu di sini sudah hapal, Abang pasti lewat jam segini, jam tujuh-an lewat.”
“Iya, Ar. Kita semua sudah hapal. Paling telat jam setengah delapan, deh, si abang lewatnya,” ujar Bu Anisty.
Bu Feny menambahkan, “Betul, si
Arkan tiba-tiba
---------------------------------------------------------------------------------------
Catatan :
Salam, Kak Linda.
Cerita seputar telat terlambat ke sekolah sudah banyak ditulis, Kak Linda. Sebenarnya, bisa saja, tapi ahrus diolah dengan beda. Sedangkan cerita di atas, sama saja polanya. Bahkan cerita Kak Linda ini terkesan buru-buru sekali ditulis, bahkan mungkin tidak ada pengendapan cerita.
Kak Linda terlalu asik mengekplor konfliknya. Jadi sejak opening konfliknya diperlebar dalam cerita. Akhirnya endingnya ditutup terburu-buru dan sangat dangkal. Pembaca tidak tahu, apakah memang Arkan berhasil melaksanakan rencananya itu.
Padahal seharusnya, begitu opening masukan konflik saja, Kak Linda. Lalu ceritakan secara singkat dan jelas. Misalnya, Arkan sedih, karena ditegur wali kelasnya. Bahkan katanya Bunda akan dipanggil. Ini karena Arkan sudah beberapa kali terlambat. sebabnya blablabla...
Nah, baru bagaimana caranya Arkan mencari solusi agar tidak terlambat lagi. Jangan ketemu Abang sayur, langsung dapat solusi.
Tapi menurut Kurcaci Pos, endingnya ini terlalu berlebihan, Kak Linda. Arkan kan bisa saja mendisiplinkan diri sendiri dari tidak asyik dulu memberi makan ikan atau bermain dengan hamsternya. Bisa juga di memasang alarm di jam bekernya, termasuk melihat jam. Termasuk bisa dibantu kakaknya.
Masih banyak kalimat yang terlalu bergaya menulis novel. Jadi tidak semua harus dideskripsikan, Kak Linda. Cukup bagian-bagian yang penting saja, agar jatah kata yang tersedia cukup.
Untuk cerita anak, termasuk di media, usahakan tidak menggunakan alur mundur. Cerita Kak Linda ini alur openingnya mundur karena ada kalimat yang menjelaskan alur itu 2 hari yang lalu.
Untuk cerpen, karena cerita realis, perhatikan logika cerita ya, Kak Linda. Jangan membuat hal-hal yang membuat pembaca mengerutkan kening. Misalnya soal tempat belajar sementara itu. Tidak ada kelas 1 mulai sekolah pukul 6 pagi, kak. Lalu perjelas hal-hal yang memang perlu penjelasan.
Padahal, dari judul saja 'Alarm untuk Arkan', Kak Linda bisa eksplor cerita berbeda. Tidak harus terlambat sekolah saja, tapi banyak hal lain. Soalnya Alarm = tanda pengingat. Jadi bisa diterapan di mana saja. Jadi cari apa saja dalam kehidupan Arkan yang bisa dimasukan hal itu.
Demikian masukan dari Kurcaci Pos, Kak Linda. Terus semangat menulis.