Cerita Anak - Cerpen - Jurus Penakluk Hati Nenek Delon - Menurut aku dan teman-teman sekelas, rumah Delon adalah tempat bermain yang paling menyenangkan. Koleksi mainan Delon banyak, rumahnya besar dan halamannya sangat luas. Malah ada kolam renang di belakang rumahnya. Menyenangkan sekali berenang beramai-ramai bila cuaca sedang panas.
Saat jam istirahat di sekolah, Delon menghampiri aku, Rian, dan Andi yang sedang bemain di halaman sekolah.
“Teman-teman, main ke rumah, yuk! Aku punya mainan baru, oleh-oleh dari Paman yang baru pulang dari luar negeri,” ajak Delon.
Sepertinya tawaran yang menarik. Pasti mainan Delon itu belum dijual di Indonesia, gumamku dalam hati. Aku baru saja mau mengatakan iya, Rian dan Andi langsung menggeleng. Itu tandanya mereka tidak mau.
“Kamu bagaimana, Dri? Mau enggak?” tanya Delon padaku penuh harap.
Aku terdiam sejenak. Lalu ikut menggeleng. “Aku juga enggak bisa, Lon! Aku harus menemani Mama, menjenguk saudaraku yang sakit,” kataku berbohong.
Wajah Delon tampak kecewa. “Ya, sudah!” ujar Delon lalu meninggalkan kami.
“Uh, siapa juga yang mau main lagi ke rumah Delon,” sungut Rian. “Nenek Delon itu galak banget!”
“Iya, aku juga kapok!” tambah Rian. “Aku pernah dimarahi karena enggak sengaja mematahkan mawar kesayangan Nenek Delon. Telingaku sampai merah dan panas karena dijewer.”
Memang itu sebabnya, kenapa kami selalu menolak ajakan Delon bermain ke rumahnya. Kami semua takut dengan Nenek Delon. Membayangkan wajah Nenek Delon saja, aku sudah takut, apalagi berhadapan langsung dengannya. Ih, seram…
Aku ingat sekali. Hari itu, sepulang sekolah, aku dan beberapa teman, termasuk Rian dan Andi, bermain ke rumah Delon, karena Delon ingin memperlihatkan robot-robot terbarunya. Puas bermain robot-robotan, kami bermain petak umpet. Seru sekali, sampai kami tertawa-tawa dan berteriak-teriak. Tiba-tiba…
“Diaaaam….! Kalian semua berisik sekali, mengganggu orang tidur saja!” teriak Nenek Delon.
Kami semua langsung terdiam dan saling berpandangan.
“Sekarang kalian semua pulang!” usir Nenek Delon. Kami pun langsung lari terbirit-birit.
Anehnya, sepulang sekolah, aku masih memikirkan Delon. Jujur saja, aku kasihan padanya. Aku pun bercerita pada Kak Yuni, kakakku yang sudah kelas dua SMP itu.
“Kalian juga yang salah!” begitu kata Kak Yuni setelah mendengar ceritaku.
“Kok aku dan teman-teman yang salah, Kak?” tanyaku.
“Kalian datang bermain pada waktu yang enggak tepat. Sudah tahu Nenek Delon sedang tidur, kenapa kalian main petak umpet sambil teriak-teriak? Itu kan, enggak sopan namanya!”
Aku terdiam. Benar juga kata Kak Yuni.
“Kalau Adri mau bermain, pilihlah waktu yang tepat dan enggak menganggu penghuni rumah. Misalnya sore hari,” tiba-tiba Mama menghampiri kami. Mama lalu memberi nasihat. Aku mengangguk mengerti.
Sore harinya, aku pergi ke rumah Delon. Delon terkejut melihat kedatanganku.
“Bukankah tadi kamu menolak bermain kesini, Dri.?” tanya Delon bingung.
Aku hanya tersenyum.
Delon lalu mengajakku masuk. Di teras rumah, aku melihat Nenek Delon sedang membaca Majalah sambil minum teh. Aku segera menghampirinya.
“Selamat Sore, Nek! Maaf, kalau kedatanganku menganggu Nenek.”
Nenek Delon menoleh sambil tersenyum ramah padaku. “Oh, tidak sama sekali! Ayo, duduk di sini! Siapa namamu.?”
Aku menyalami tangan Nenek Delon, lalu mencium tangannya. “Namaku Adri, Nek dan aku membawakan sesuatu untuk Nenek!”
Nenek Delon tidak sabar membuka bungkusan yang aku bawa. “Wah, bibit bunga mawar.
"Kata Mama, warna bunganya kuning, Nek! Nenek pasti suka. Mama juga meminjam buku tentang cara merawat mawar.”
Nenek Delon senang dan kami berbincang-bincang sejenak, sebelum Delon mengajakku ke kamarnya untuk bermain robot-robotan. Kemudian Nenek Delon menghidangkan susu cokelat dan bolu kukus buatannya.
“Nek, saya pulang dulu!” kataku sambil mencium tangan nenek Delon setelah puas bermain.
“Datang lagi ya, Adri! Sampaikan salam Nenek pada Mama!” pesan nenek Delon.
Aku gembira sekali. Ternyata dugaanku salah, nenek Delon tidak segalak yang aku kira. Aku segera mencari Mama sesampai di rumah. Aku ceritakan semuanya pada Mama.
“Jadi Adri sudah tahu kan, kalau bertamu di rumah orang itu, kita harus sopan. Tuan rumah pun akan senang menerima kita.”
Aku tersenyum. Kini aku sudah menemukan jurus menaklukkan hati Nenek Delon. Besok aku akan memberitahu pada teman-teman agar mereka tidak takut lagi bermain di rumah Delon.
Dimuat di Kompas Anak Minggu |
Saat jam istirahat di sekolah, Delon menghampiri aku, Rian, dan Andi yang sedang bemain di halaman sekolah.
“Teman-teman, main ke rumah, yuk! Aku punya mainan baru, oleh-oleh dari Paman yang baru pulang dari luar negeri,” ajak Delon.
Sepertinya tawaran yang menarik. Pasti mainan Delon itu belum dijual di Indonesia, gumamku dalam hati. Aku baru saja mau mengatakan iya, Rian dan Andi langsung menggeleng. Itu tandanya mereka tidak mau.
“Kamu bagaimana, Dri? Mau enggak?” tanya Delon padaku penuh harap.
Aku terdiam sejenak. Lalu ikut menggeleng. “Aku juga enggak bisa, Lon! Aku harus menemani Mama, menjenguk saudaraku yang sakit,” kataku berbohong.
Wajah Delon tampak kecewa. “Ya, sudah!” ujar Delon lalu meninggalkan kami.
“Uh, siapa juga yang mau main lagi ke rumah Delon,” sungut Rian. “Nenek Delon itu galak banget!”
“Iya, aku juga kapok!” tambah Rian. “Aku pernah dimarahi karena enggak sengaja mematahkan mawar kesayangan Nenek Delon. Telingaku sampai merah dan panas karena dijewer.”
Memang itu sebabnya, kenapa kami selalu menolak ajakan Delon bermain ke rumahnya. Kami semua takut dengan Nenek Delon. Membayangkan wajah Nenek Delon saja, aku sudah takut, apalagi berhadapan langsung dengannya. Ih, seram…
Aku ingat sekali. Hari itu, sepulang sekolah, aku dan beberapa teman, termasuk Rian dan Andi, bermain ke rumah Delon, karena Delon ingin memperlihatkan robot-robot terbarunya. Puas bermain robot-robotan, kami bermain petak umpet. Seru sekali, sampai kami tertawa-tawa dan berteriak-teriak. Tiba-tiba…
“Diaaaam….! Kalian semua berisik sekali, mengganggu orang tidur saja!” teriak Nenek Delon.
Kami semua langsung terdiam dan saling berpandangan.
“Sekarang kalian semua pulang!” usir Nenek Delon. Kami pun langsung lari terbirit-birit.
Anehnya, sepulang sekolah, aku masih memikirkan Delon. Jujur saja, aku kasihan padanya. Aku pun bercerita pada Kak Yuni, kakakku yang sudah kelas dua SMP itu.
“Kalian juga yang salah!” begitu kata Kak Yuni setelah mendengar ceritaku.
“Kok aku dan teman-teman yang salah, Kak?” tanyaku.
“Kalian datang bermain pada waktu yang enggak tepat. Sudah tahu Nenek Delon sedang tidur, kenapa kalian main petak umpet sambil teriak-teriak? Itu kan, enggak sopan namanya!”
Aku terdiam. Benar juga kata Kak Yuni.
“Kalau Adri mau bermain, pilihlah waktu yang tepat dan enggak menganggu penghuni rumah. Misalnya sore hari,” tiba-tiba Mama menghampiri kami. Mama lalu memberi nasihat. Aku mengangguk mengerti.
Sore harinya, aku pergi ke rumah Delon. Delon terkejut melihat kedatanganku.
“Bukankah tadi kamu menolak bermain kesini, Dri.?” tanya Delon bingung.
Aku hanya tersenyum.
Delon lalu mengajakku masuk. Di teras rumah, aku melihat Nenek Delon sedang membaca Majalah sambil minum teh. Aku segera menghampirinya.
“Selamat Sore, Nek! Maaf, kalau kedatanganku menganggu Nenek.”
Nenek Delon menoleh sambil tersenyum ramah padaku. “Oh, tidak sama sekali! Ayo, duduk di sini! Siapa namamu.?”
Aku menyalami tangan Nenek Delon, lalu mencium tangannya. “Namaku Adri, Nek dan aku membawakan sesuatu untuk Nenek!”
Nenek Delon tidak sabar membuka bungkusan yang aku bawa. “Wah, bibit bunga mawar.
"Kata Mama, warna bunganya kuning, Nek! Nenek pasti suka. Mama juga meminjam buku tentang cara merawat mawar.”
Nenek Delon senang dan kami berbincang-bincang sejenak, sebelum Delon mengajakku ke kamarnya untuk bermain robot-robotan. Kemudian Nenek Delon menghidangkan susu cokelat dan bolu kukus buatannya.
“Nek, saya pulang dulu!” kataku sambil mencium tangan nenek Delon setelah puas bermain.
“Datang lagi ya, Adri! Sampaikan salam Nenek pada Mama!” pesan nenek Delon.
Aku gembira sekali. Ternyata dugaanku salah, nenek Delon tidak segalak yang aku kira. Aku segera mencari Mama sesampai di rumah. Aku ceritakan semuanya pada Mama.
“Jadi Adri sudah tahu kan, kalau bertamu di rumah orang itu, kita harus sopan. Tuan rumah pun akan senang menerima kita.”
Aku tersenyum. Kini aku sudah menemukan jurus menaklukkan hati Nenek Delon. Besok aku akan memberitahu pada teman-teman agar mereka tidak takut lagi bermain di rumah Delon.
Bambang Irwanto