Bedah Naskah Cerita Anak - Makaroni Schotel Buatan Tari - Salam, Sahabat Kurcaci Pos.
Jumpa lagi bersama Kurcaci pos dalam rubrik Bedah Naskah Cerita Anak.
Kali ini Kurcaci Pos akan membedah naskah kak Linda Satibi. Judulnya Makaroni Schotel Buatan Tari. Jadi ceritanya Tari yang belajar membuat makaroni schotel bersama Bude Neno. Wah.. pasti seru, ya...
Yuk, disimak bedah ceritanya. Buat Sahabat Kurcaci Pos yang ketinggalan bedah cerita sebelumnya, bisa mampir ke sini, ya! Klik saja.
Salam semangat menulis, Sahabat Kurcaci Pos.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
Cerita Asli
Makaroni Schotel Buatan Tari
Oleh : Linda Satibi
Matahari bersinar terik. Keringat bercucuran di dahi Bude Neno. Dibukanya jendela dapur. Seketika semilir angin masuk. Hmm.. sejuk. Bude Neno tersenyum hingga lesung pipitnya terlihat. Lalu langkahnya beranjak menuju lemari penyimpanan bahan-bahan makanan.
“Bude cantikkuu!” Suara riang datang dari arah jendela.
Senyum Bude Neno kembali melebar. Ia tahu siapa yang datang. Tetangganya, anak semata wayang Keluarga Kalahari. Pasti dia baru pulang sekolah, pikir Bude Neno.
Ketika pintu dapur dibuka, wajah imut dengan kuncir ekor kuda yang bergerak-gerak, memperlihatkan senyum cerahnya. “Bude sayang, apakah Mamaku, Ibu Andina Kalahari, menitipkan kunci di sini? Tari hendak mengambilnya. Tadi pagi kata Mama, hendak rapat ibu-ibu di kantor Papa, kunci rumah dititip ke Bude. ”
Bude Neno tergelak mendengar bahasa yang diucapkan Tari, anak perempuan berusia 10 tahun itu. “Nggak ada kok, Mamamu nggak menitipkan kunci,” sahut Bude Neno. “Mungkin tadi Mamamu berangkat buru-buru. Dan rumah Bude juga terkunci. Tadi Bude berangkat agak pagi ke rumah teman Bude.”
Mata bundar Tari meredup. Tangannya meraba perut. Pasti sebentar lagi perutku menyanyi, batin Tari. Uuh .. tadi kata Mama, pulang rapatnya nanti sore. Hati Tari berkecamuk antara kesal dan sedih.
“Nggak usah sedih, Tari sayang. Kita masak, yuk. Kebetulan Bude ada stok makaroni banyak. Bagaimana kalau kita membuat makaroni schotel,” hibur Bude Neno.
Tari masih bergeming. Ia agak enggan memasak. Di rumahnya pun tak pernah membantu Mama memasak.
Bude Neno lebih mendekat kepada Tari, sehingga keduanya berhadapan. Lalu Bude Neno menjelaskan dengan gaya seorang chef. “Makaroni schotel ada dua macam, yang dipanggang dan dikukus. Dua-duanya enak.. yummy banget. Yang dipanggang itu memakai oven, sedangkan dikukus menggunakan langseng.”
Tari mulai tertarik. Bibirnya melengkungkan senyum. Lalu mengangguk mantap hingga kuncir ekor kudanya bergoyang.
Bude Neno memang pintar memasak. Keahliannya sudah terkenal. Ia sering dimintai tolong oleh orang-orang untuk memasak dan membuat kue bila ada perayaan atau syukuran.
“Wah, makaroninya banyak!” seru Tari ketika pintu lemari penyimpanan bahan makanan dibuka Bude Neno.
Terdapat lima kemasan kantong besar makaroni. Ada yang berbentuk spiral, ada juga yang seperti huruf U. Bude Neno mengambil satu kantong. Berturut-turut dikeluarkan juga keju, sosis, susu bubuk, telur, dan mentega.
“Iya, ini Bude beli banyak, soalnya Mas Bimo suka banget makan makaroni schotel. Mumpung harganya lagi diskon,” kekeh Bude Neno. Bimo adalah putra bungsunya yang duduk di bangku SMP.
“Kita mau masak yang dikukus atau yang dipanggang, Bude?” tanya Tari. Mata bundarnya mengikuti gerakan lincah Bude Neno yang gegas mencuci makaroni lalu meniriskannya.
“Dua-duanya saja, yuk. Sama-sama mudah, kok. Nanti yang satu kita makan di sini bareng-bareng, satunya lagi boleh Tari bawa pulang untuk oleh-oleh buat Mama.”
Jawaban Bude Neno membuat Tari bersorak senang. Kuncir ekor kudanya bergoyang riang. Ia mengucapkan terima kasih berulang kali sambil sedikit mengguncang lengan gemuk Bude Neno.
“Mama pasti suka banget, aku sudah pintar memasak. Aku juga tahu alat-alat memasak dan kegunaannya. Langseng untuk mengukus dan oven untuk memanggang.” Jari Tari menunjuk oven yang tersimpan di sudut meja dapur, dan langseng yang menggantung di dinding, tidak jauh dari meja kompor.
Bude Neno mengambil panci yang digantung berdekatan dengan langseng. “Nih, satu lagi, panci. Digunakan untuk merebus. Makaroni ini kita rebus dulu supaya empuk.”
Sambil menunggu makaroni empuk, Bude Neno mengajari Tari cara memarut keju. Dengan menggunakan parutan kecil, keju batangan itu diparut perlahan. Sebuah piring kecil menadahi hasil parutannya.
Saat sedang memarut keju, Tari menyimak penjelasan Bude Neno tentang perbedaan mengukus, merebus, dan memanggang.
“Untuk mengukus, langseng diisi air kurang lebih seperlima bagian tinggi langseng. Lalu di atas air ditaruh alas yang berlubang, sehingga uap panas membantu proses pematangan. Makanan yang akan dikukus, ditaruh di atas alas tersebut.”
Tari manggut-manggut berusaha memahami. “Kalau memanggang, makanannya ditaruh saja dalam oven, kan?”
“Iya betul. Suhu panas dalam ruang tertutup di oven, akan mematangkan makanan,” tambah Bude Neno.
“Merebus paling gampang ya, Bude. Tinggal taruh makanannya di dalam air yang ada di panci, lalu didihkan,” ujar Tari.
Bude mengacungkan jempol tanda setuju. “Tapi lebih baik lagi bila airnya dididihkan dulu, baru makanannya dimasukkan. Supaya proses pematangannya lebih cepat dan zat gizinya tidak hilang.”
Tari mengernyit. “Zat gizi makanan bisa hilang, kalau direbus?”
Bude Neno mengangguk. “Makanan akan hilang zat gizinya bila mengalami proses pemanasan terlalu lama. Nggak cuma kalau direbus. Jadi mengolah makanan itu harus pas.”
Setelah rebusan makaroni empuk, pekerjaan dilanjutkan. Tari mengikuti petunjuk Bude Neno. Satu loyang dikerjakannya, sementara satu loyang lagi oleh Bude Neno. Tari menyimak baik-baik semua penjelasan Bude Neno. Takaran bahan-bahan tidak ada yang meleset.
Begitu makaroni schotelnya matang, Bude Neno mengajak Tari makan bersama. Bude Neno terkekeh geli saat melihat Tari makan sangat lahap.
“Yummy.. enak banget, Bude!” puji Tari. “Semoga buatanku juga, ya. Baru kali ini lho, aku memasak. Tapi ini juga banyak dibantu Bude, sih,” lanjut Tari sambil tersipu.
Tiba-tiba terdengar salam dari arah pintu depan. Ternyata Mas Bimo dan teman-temannya pulang ekskul fotografi. Mereka langsung menyerbu makaroni schotel buatan Tari.
Bude Neno segera memperingatkan. “Ya ampuun, itu makaroni schotel buatan Tari untuk oleh-oleh buat Mamanya.”
Mas Bimo dan teman-temannya segera meminta maaf. “Makaroni schotelnya enak, sih.” Begitu alasan mereka.
Tari tersipu, meski tadi sempat ciut hatinya. “Nggak apa-apa kok, itu kan masih ada sedikit lagi buat Mama.” Hatinya melambung bangga karena dipuji.
Tak lama kemudian, Mas Bimo dan teman-temannya pergi lagi. Katanya mau latihan basket di lapangan.
Tari tersenyum. Ia memeluk Bude. Hatinya berdegup senang mendapat pengalaman menyenangkan hari itu.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Cerita Dibedah
Makaroni Schotel Buatan Tari
Oleh : Linda Satibi
Matahari bersinar terik. Keringat bercucuran di dahi Bude Neno. Dibukanya jendela dapur. Seketika semilir angin masuk. Hmm.. sejuk. Bude Neno tersenyum hingga lesung pipitnya terlihat. Lalu langkahnya beranjak menuju lemari penyimpanan bahan-bahan makanan. (Karena ini termasuk cerpen anak, maka kamera ceritanya menyorot dari tokoh anak dalam cerita, Kak Linda. Jadi bukan dari tokoh dewasa dalam cerita)
“Bude cantikkuu!” Suara riang datang dari arah jendela.
Senyum Bude Neno kembali melebar. Ia tahu siapa yang datang. Tetangganya, anak semata wayang Keluarga Kalahari. Pasti dia baru pulang sekolah, pikir Bude Neno. (Ini koreksiannya kamera cerita ya, Kak Linda).
Ketika pintu dapur dibuka, (Ini kalimatnya bisa diperjelas : Ketika Bude Neno membuka pintu dapur) wajah imut dengan kuncir ekor kuda yang bergerak-gerak, memperlihatkan senyum cerahnya.
“Bude sayang, apakah Mamaku, Ibu Andina Kalahari, menitipkan kunci di sini? Tari hendak mengambilnya. Tadi pagi kata Mama, hendak rapat ibu-ibu di kantor Papa, kunci rumah dititip ke Bude. ”
Bude Neno tergelak mendengar bahasa yang diucapkan Tari, anak perempuan berusia 10 tahun itu. “Nggak ada kok, Mamamu nggak menitipkan kunci,” sahut Bude Neno. “Mungkin tadi Mamamu berangkat buru-buru. Dan rumah Bude juga terkunci. Tadi Bude berangkat agak pagi ke rumah teman Bude.”
Mata bundar Tari meredup. Tangannya meraba perut. Pasti sebentar lagi perutku menyanyi, batin Tari. Uuh .. tadi kata Mama, pulang rapatnya nanti sore. Hati Tari berkecamuk antara kesal dan sedih.
“Nggak usah sedih, Tari sayang. Kita masak, yuk. Kebetulan Bude ada stok makaroni banyak. Bagaimana kalau kita membuat makaroni schotel,” hibur Bude Neno. (Ini menurut Kurcaci Pos logika ceritanya lepas, Kak Linda. Logikanya kan, Tari menunjukkan lapar. Jadi kalau Bude Neno mengajak masak dulu atau membuat makaroni schotel dulu, apa Tari tidak tambah lapar, Kak? Jadi bisa diceritakan Bude Neno mengajak masuk, lalu menyuruh makan siang, baru mengajak membuat makaroni).
Tari masih bergeming (Biar lebih mudah dipahami anak-anak, mungkin kalimatnya bisa : Tari masih terdiam). Ia agak enggan memasak. Di rumahnya pun tak pernah membantu Mama memasak.
Bude Neno lebih mendekat kepada Tari, sehingga keduanya berhadapan. Lalu Bude Neno menjelaskan dengan gaya seorang chef. “Makaroni schotel ada dua macam, yang dipanggang dan dikukus. Dua-duanya enak.. yummy banget. Yang dipanggang itu memakai oven, sedangkan dikukus menggunakan langseng.”
Tari mulai tertarik. Bibirnya melengkungkan senyum. Lalu mengangguk mantap hingga kuncir ekor kudanya bergoyang.
Bude Neno memang pintar memasak. Keahliannya sudah terkenal. Ia sering dimintai tolong oleh orang-orang untuk memasak dan membuat kue bila ada perayaan atau syukuran.
“Wah, makaroninya banyak!”seru Tari ketika pintu lemari penyimpanan bahan makanan dibuka Bude Neno. (seru Taty ketika membuka pintu lemari penyimpanan bahan makanan Bude Neno)
Terdapat lima kemasan kantong besar makaroni. Ada yang berbentuk spiral, ada juga yang seperti huruf U. Bude Neno mengambil satu kantong. Berturut-turut dikeluarkan juga keju, sosis, susu bubuk, telur, dan mentega.
“Iya, ini Bude beli banyak, soalnya Mas Bimo suka banget makan makaroni schotel. Mumpung harganya lagi diskon,” kekeh Bude Neno. Bimo adalah putra bungsunya yang duduk di bangku SMP.
“Kita mau masak yang dikukus atau yang dipanggang, Bude?” tanya Tari. Mata bundarnya mengikuti gerakan lincah Bude Neno yanggegas (bergegas) mencuci makaroni lalu meniriskannya.
“Dua-duanya saja, yuk. Sama-sama mudah, kok. Nanti yang satu kita makan di sini bareng-bareng, satunya lagi boleh Tari bawa pulang untuk oleh-oleh buat Mama.”
Jawaban Bude Neno membuat Tari bersorak senang. Kuncir ekor kudanya bergoyang riang. Ia mengucapkan terima kasih berulang kali sambil sedikit mengguncang lengan gemuk Bude Neno.
“Mama pasti suka banget, aku sudah pintar memasak. Aku juga tahu alat-alat memasak dan kegunaannya. Langseng untuk mengukus dan oven untuk memanggang.” Jari Tari menunjuk oven yang tersimpan di sudut meja dapur, dan langseng yang menggantung di dinding, tidak jauh dari meja kompor.
Bude Neno mengambil panci yang digantung berdekatan dengan langseng. “Nih, satu lagi, panci. Digunakan untuk merebus. Makaroni ini kita rebus dulu supaya empuk.”
Sambil menunggu makaroni empuk, Bude Neno mengajari Tari cara memarut keju. Dengan menggunakan parutan kecil, keju batangan itu diparut perlahan. Sebuah piring kecil menadahi hasil parutannya.
Saat sedang memarut keju, Tari menyimak penjelasan Bude Neno tentang perbedaan mengukus, merebus, dan memanggang.
“Untuk mengukus, langseng diisi air kurang lebih seperlima bagian tinggi langseng. Lalu di atas air ditaruh alas yang berlubang, sehingga uap panas membantu proses pematangan. Makanan yang akan dikukus, ditaruh di atas alas tersebut.”
Tari manggut-manggut berusaha memahami. “Kalau memanggang, makanannya ditaruh saja dalam oven, kan?”
“Iya betul. Suhu panas dalam ruang tertutup di oven, akan mematangkan makanan,” tambah Bude Neno.
“Merebus paling gampang ya, Bude. Tinggal taruh makanannya di dalam air yang ada di panci, lalu didihkan,” ujar Tari.
Bude mengacungkan jempol tanda setuju. “Tapi lebih baik lagi bila airnya dididihkan dulu, baru makanannya dimasukkan. Supaya proses pematangannya lebih cepat dan zat gizinya tidak hilang.”
Tari mengernyit. “Zat gizi makanan bisa hilang, kalau direbus?”
Bude Neno mengangguk. “Makanan akan hilang zat gizinya bila mengalami proses pemanasan terlalu lama. Nggak cuma kalau direbus. Jadi mengolah makanan itu harus pas.”
Setelah rebusan makaroni empuk, pekerjaan dilanjutkan. Tari mengikuti petunjuk Bude Neno. Satu loyang dikerjakannya, sementara satu loyang lagi oleh Bude Neno. Tari menyimak baik-baik semua penjelasan Bude Neno. Takaran bahan-bahan tidak ada yang meleset.
Begitu makaroni schotelnya matang, Bude Neno mengajak Tari makan bersama. Bude Neno terkekeh geli saat melihat Tari makan sangat lahap. (Ini masih nyambung koreksian logika di atas ya, Kak Linda? Berapa lama membuat makroni schotel? Terus dari cerita ini, Tari itu kan baru pulang sekolah.kenapa tidak ditawari makan siang dulu, Kak?)
“Yummy.. enak banget, Bude!” puji Tari. “Semoga buatanku juga, ya. Baru kali ini lho, aku memasak. Tapi ini juga banyak dibantu Bude, sih,” lanjut Tari sambil tersipu.
Tiba-tiba terdengar salam dari arah pintu depan. Ternyata Mas Bimo dan teman-temannya pulang ekskul fotografi. Mereka langsung menyerbu makaroni schotel buatan Tari. (ini juga menurut Kurcaci Pos kamera ceritanya lepas, Kak. Karena harusnya kamera cerita dari Tari, maka Tari tidak akan tahu kalau Mas Bino dari ekskul fotografi. Kecuali Bude Neno atau Bimo yang menjelaskan pada Tari).
Bude Neno segera memperingatkan. “Ya ampuun, itu makaroni schotel buatan Tari untuk oleh-oleh buat Mamanya.”
Mas Bimo dan teman-temannya segera meminta maaf.“Makaroni schotelnya enak, sih.” Begitu alasan mereka. (Ini tidak pas diucapkan secara bersamaan, Kak. Kalau dijawab serempak itu ucapan pendek. Misalnya : Siap, hadir, baik dan sebagainya >>>> "Siap, Bu!"
Tari tersipu, meski tadi sempat ciut hatinya. “Nggak apa-apa kok, itu kan masih ada sedikit lagi buat Mama.” Hatinya melambung bangga karena dipuji.
Tak lama kemudian, Mas Bimo dan teman-temannya pergi lagi. Katanya mau latihan basket di lapangan.
Tari tersenyum. Ia memeluk Bude. Hatinya berdegup senang mendapat pengalaman menyenangkan hari itu.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------
Catatan Kurcaci Pos :
Salam, Kak Linda.
Ide ceritanya bagus, Kak Linda. Terus ada info pengetahuan juga. Hanya untuk cerita sepanjang 882 kata, ini konfliknya tidak menonjol, Kak. Jadi sepanjang cerita, Kak Linda hanya menjelaskan soal proses memasak makaroni schotel, termasuk soal memanggang, merebus dan sebagainya.
Jadi untuk cerita anak, itu utama ada konflik dalam cerita, Kak. Sedangkan cerita Kakak ini konliknya tidak jelas. Nah, setelah ada konflik dalam cerita, biar ceritanya semakin seru, ditambahkanlah info-info yang sesuai dengan ceritanya.
Contoh konflik yang pas untuk cerita Kakak ini misalnya, Mama dan Papa akan pergi seharian, dan Tari tidak bisa ikut. Jadi Tari dititip ke Bude Neno. Tari tidak mau, karena Bude Neno itu kelihatannya galak. anak-anak ambil jambu di rumahnya saja, dia marah. Tapi terpaksa Tari harus dititip. Nah, ternyata Bude Neno ramah. Dia marah pada anak-anak yang suka mengambil jambu, karena tidak izin. Tari malah diajarin membuat makaroni schotel. Jadi konflik selesai, kalau ternyata Bude Neno tidak galak, dan ada info seputar membuat makaroni schotel.
Konflik lain adalah misalnya Tari besok ada acara jualan dii sekolah. Tari bingung mau jualan apa. Buat ini sudah dicoba tapi tidak bisa. Nah, Mama menyuruh Tari mengantar makaroni ke Bude Neno. kebetulan Mama dapat oleh-oleh makaroni banyak dari temannya.
Sampai di sana, Bude Neno tanya, kenapa Tari sedih? Tari cerita soal acara jualan itu. Bude Neno lalu usul jual makaroni schotel saja. awalnya tari bilang susah. tapi Bude Neno mengajari dengan telaten. Masalah Tari soal mau jualan apa selesai, ada info seputar makaroni.
Konflik-konflik lain bisa dimasukan dan disesuaikan untuk cerita Kak Linda ini. Jadi Kak Linda kembangkan imajinasi lagi. Pasti dapat yang lebih keren dari contoh yang Kurcaci Pos berikan.
Koreksian berikutnya adalah kamera cerita ya, kak. Untuk cerita anak, khusunya cerpen atau cerita realis, kamera cerita itu dari tokoh anak dalam cerita. Untuk cerita pendek, kamera ceritanya dari satu tokoh, yaitu cerita utama. sedangkan untuk novel anak, kamera ceritanya bisa berpindah, hanya saja, harus tetap dari tokoh anak.
Cerita Kak Linda di atas itu masuk cerpen atau cerita realis. Jadi kamera ceritanya harus dari Tari, bukan dari Bude Neno. Jadi banyak yang lepas, Kak.
Perhatikan kelogisan cerita. Yang Kurcaci Pos koreksi adalah Tari kan baru pulang sekolah dan lapar, jadi harusnya Bude Neno mengajak makan siang dulu. Kalau mengajak buat makaroni schotel, nanti Tari makin lapar, Kak. beda kalau Bude Neno membuatkan makanan instan untuk Tari.
Kak Linda masih banyak menggunakan gaya penulisan novel ya, kak. jadi hampir semua dideskripsikan. Makanya jatah katanya melebar. padahal kalau diefektifkan, bisa maksimal 750 kata saja.
Jadi untuk cerita anak khususnya kategori cerita pendek, tidak perlu semua dideskripsikan. bagian-bagian tertentu saja, dan sesuaikan jatah kata yang diberikan. Misalnya jatahnya maksimal 750 kata, cari bagian mana saja yang perlu didesripsikan. kalau semua, jumlah ceritanya melebar, Kak.
Demikian catatan dari Kurcaci Pos, Kak Linda. Semoga berkenan, dan salam semangat menulis, Kak.
Kurcaci Pos.
Jumpa lagi bersama Kurcaci pos dalam rubrik Bedah Naskah Cerita Anak.
foto cookpad com |
Kali ini Kurcaci Pos akan membedah naskah kak Linda Satibi. Judulnya Makaroni Schotel Buatan Tari. Jadi ceritanya Tari yang belajar membuat makaroni schotel bersama Bude Neno. Wah.. pasti seru, ya...
Yuk, disimak bedah ceritanya. Buat Sahabat Kurcaci Pos yang ketinggalan bedah cerita sebelumnya, bisa mampir ke sini, ya! Klik saja.
Salam semangat menulis, Sahabat Kurcaci Pos.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
Cerita Asli
Makaroni Schotel Buatan Tari
Oleh : Linda Satibi
Matahari bersinar terik. Keringat bercucuran di dahi Bude Neno. Dibukanya jendela dapur. Seketika semilir angin masuk. Hmm.. sejuk. Bude Neno tersenyum hingga lesung pipitnya terlihat. Lalu langkahnya beranjak menuju lemari penyimpanan bahan-bahan makanan.
“Bude cantikkuu!” Suara riang datang dari arah jendela.
Senyum Bude Neno kembali melebar. Ia tahu siapa yang datang. Tetangganya, anak semata wayang Keluarga Kalahari. Pasti dia baru pulang sekolah, pikir Bude Neno.
Ketika pintu dapur dibuka, wajah imut dengan kuncir ekor kuda yang bergerak-gerak, memperlihatkan senyum cerahnya. “Bude sayang, apakah Mamaku, Ibu Andina Kalahari, menitipkan kunci di sini? Tari hendak mengambilnya. Tadi pagi kata Mama, hendak rapat ibu-ibu di kantor Papa, kunci rumah dititip ke Bude. ”
Bude Neno tergelak mendengar bahasa yang diucapkan Tari, anak perempuan berusia 10 tahun itu. “Nggak ada kok, Mamamu nggak menitipkan kunci,” sahut Bude Neno. “Mungkin tadi Mamamu berangkat buru-buru. Dan rumah Bude juga terkunci. Tadi Bude berangkat agak pagi ke rumah teman Bude.”
Mata bundar Tari meredup. Tangannya meraba perut. Pasti sebentar lagi perutku menyanyi, batin Tari. Uuh .. tadi kata Mama, pulang rapatnya nanti sore. Hati Tari berkecamuk antara kesal dan sedih.
“Nggak usah sedih, Tari sayang. Kita masak, yuk. Kebetulan Bude ada stok makaroni banyak. Bagaimana kalau kita membuat makaroni schotel,” hibur Bude Neno.
Tari masih bergeming. Ia agak enggan memasak. Di rumahnya pun tak pernah membantu Mama memasak.
Bude Neno lebih mendekat kepada Tari, sehingga keduanya berhadapan. Lalu Bude Neno menjelaskan dengan gaya seorang chef. “Makaroni schotel ada dua macam, yang dipanggang dan dikukus. Dua-duanya enak.. yummy banget. Yang dipanggang itu memakai oven, sedangkan dikukus menggunakan langseng.”
Tari mulai tertarik. Bibirnya melengkungkan senyum. Lalu mengangguk mantap hingga kuncir ekor kudanya bergoyang.
Bude Neno memang pintar memasak. Keahliannya sudah terkenal. Ia sering dimintai tolong oleh orang-orang untuk memasak dan membuat kue bila ada perayaan atau syukuran.
“Wah, makaroninya banyak!” seru Tari ketika pintu lemari penyimpanan bahan makanan dibuka Bude Neno.
Terdapat lima kemasan kantong besar makaroni. Ada yang berbentuk spiral, ada juga yang seperti huruf U. Bude Neno mengambil satu kantong. Berturut-turut dikeluarkan juga keju, sosis, susu bubuk, telur, dan mentega.
“Iya, ini Bude beli banyak, soalnya Mas Bimo suka banget makan makaroni schotel. Mumpung harganya lagi diskon,” kekeh Bude Neno. Bimo adalah putra bungsunya yang duduk di bangku SMP.
“Kita mau masak yang dikukus atau yang dipanggang, Bude?” tanya Tari. Mata bundarnya mengikuti gerakan lincah Bude Neno yang gegas mencuci makaroni lalu meniriskannya.
“Dua-duanya saja, yuk. Sama-sama mudah, kok. Nanti yang satu kita makan di sini bareng-bareng, satunya lagi boleh Tari bawa pulang untuk oleh-oleh buat Mama.”
Jawaban Bude Neno membuat Tari bersorak senang. Kuncir ekor kudanya bergoyang riang. Ia mengucapkan terima kasih berulang kali sambil sedikit mengguncang lengan gemuk Bude Neno.
“Mama pasti suka banget, aku sudah pintar memasak. Aku juga tahu alat-alat memasak dan kegunaannya. Langseng untuk mengukus dan oven untuk memanggang.” Jari Tari menunjuk oven yang tersimpan di sudut meja dapur, dan langseng yang menggantung di dinding, tidak jauh dari meja kompor.
Bude Neno mengambil panci yang digantung berdekatan dengan langseng. “Nih, satu lagi, panci. Digunakan untuk merebus. Makaroni ini kita rebus dulu supaya empuk.”
Sambil menunggu makaroni empuk, Bude Neno mengajari Tari cara memarut keju. Dengan menggunakan parutan kecil, keju batangan itu diparut perlahan. Sebuah piring kecil menadahi hasil parutannya.
Saat sedang memarut keju, Tari menyimak penjelasan Bude Neno tentang perbedaan mengukus, merebus, dan memanggang.
“Untuk mengukus, langseng diisi air kurang lebih seperlima bagian tinggi langseng. Lalu di atas air ditaruh alas yang berlubang, sehingga uap panas membantu proses pematangan. Makanan yang akan dikukus, ditaruh di atas alas tersebut.”
Tari manggut-manggut berusaha memahami. “Kalau memanggang, makanannya ditaruh saja dalam oven, kan?”
“Iya betul. Suhu panas dalam ruang tertutup di oven, akan mematangkan makanan,” tambah Bude Neno.
“Merebus paling gampang ya, Bude. Tinggal taruh makanannya di dalam air yang ada di panci, lalu didihkan,” ujar Tari.
Bude mengacungkan jempol tanda setuju. “Tapi lebih baik lagi bila airnya dididihkan dulu, baru makanannya dimasukkan. Supaya proses pematangannya lebih cepat dan zat gizinya tidak hilang.”
Tari mengernyit. “Zat gizi makanan bisa hilang, kalau direbus?”
Bude Neno mengangguk. “Makanan akan hilang zat gizinya bila mengalami proses pemanasan terlalu lama. Nggak cuma kalau direbus. Jadi mengolah makanan itu harus pas.”
Setelah rebusan makaroni empuk, pekerjaan dilanjutkan. Tari mengikuti petunjuk Bude Neno. Satu loyang dikerjakannya, sementara satu loyang lagi oleh Bude Neno. Tari menyimak baik-baik semua penjelasan Bude Neno. Takaran bahan-bahan tidak ada yang meleset.
Begitu makaroni schotelnya matang, Bude Neno mengajak Tari makan bersama. Bude Neno terkekeh geli saat melihat Tari makan sangat lahap.
“Yummy.. enak banget, Bude!” puji Tari. “Semoga buatanku juga, ya. Baru kali ini lho, aku memasak. Tapi ini juga banyak dibantu Bude, sih,” lanjut Tari sambil tersipu.
Tiba-tiba terdengar salam dari arah pintu depan. Ternyata Mas Bimo dan teman-temannya pulang ekskul fotografi. Mereka langsung menyerbu makaroni schotel buatan Tari.
Bude Neno segera memperingatkan. “Ya ampuun, itu makaroni schotel buatan Tari untuk oleh-oleh buat Mamanya.”
Mas Bimo dan teman-temannya segera meminta maaf. “Makaroni schotelnya enak, sih.” Begitu alasan mereka.
Tari tersipu, meski tadi sempat ciut hatinya. “Nggak apa-apa kok, itu kan masih ada sedikit lagi buat Mama.” Hatinya melambung bangga karena dipuji.
Tak lama kemudian, Mas Bimo dan teman-temannya pergi lagi. Katanya mau latihan basket di lapangan.
Tari tersenyum. Ia memeluk Bude. Hatinya berdegup senang mendapat pengalaman menyenangkan hari itu.
Cerita Dibedah
Makaroni Schotel Buatan Tari
Oleh : Linda Satibi
“Bude cantikkuu!” Suara riang datang dari arah jendela.
“Bude sayang, apakah Mamaku, Ibu Andina Kalahari, menitipkan kunci di sini? Tari hendak mengambilnya. Tadi pagi kata Mama, hendak rapat ibu-ibu di kantor Papa, kunci rumah dititip ke Bude. ”
Bude Neno tergelak mendengar bahasa yang diucapkan Tari, anak perempuan berusia 10 tahun itu. “Nggak ada kok, Mamamu nggak menitipkan kunci,” sahut Bude Neno. “Mungkin tadi Mamamu berangkat buru-buru. Dan rumah Bude juga terkunci. Tadi Bude berangkat agak pagi ke rumah teman Bude.”
Bude Neno lebih mendekat kepada Tari, sehingga keduanya berhadapan. Lalu Bude Neno menjelaskan dengan gaya seorang chef. “Makaroni schotel ada dua macam, yang dipanggang dan dikukus. Dua-duanya enak.. yummy banget. Yang dipanggang itu memakai oven, sedangkan dikukus menggunakan langseng.”
Tari mulai tertarik. Bibirnya melengkungkan senyum. Lalu mengangguk mantap hingga kuncir ekor kudanya bergoyang.
Bude Neno memang pintar memasak. Keahliannya sudah terkenal. Ia sering dimintai tolong oleh orang-orang untuk memasak dan membuat kue bila ada perayaan atau syukuran.
“Wah, makaroninya banyak!”
Terdapat lima kemasan kantong besar makaroni. Ada yang berbentuk spiral, ada juga yang seperti huruf U. Bude Neno mengambil satu kantong. Berturut-turut dikeluarkan juga keju, sosis, susu bubuk, telur, dan mentega.
“Iya, ini Bude beli banyak, soalnya Mas Bimo suka banget makan makaroni schotel. Mumpung harganya lagi diskon,” kekeh Bude Neno. Bimo adalah putra bungsunya yang duduk di bangku SMP.
“Kita mau masak yang dikukus atau yang dipanggang, Bude?” tanya Tari. Mata bundarnya mengikuti gerakan lincah Bude Neno yang
“Dua-duanya saja, yuk. Sama-sama mudah, kok. Nanti yang satu kita makan di sini bareng-bareng, satunya lagi boleh Tari bawa pulang untuk oleh-oleh buat Mama.”
Jawaban Bude Neno membuat Tari bersorak senang. Kuncir ekor kudanya bergoyang riang. Ia mengucapkan terima kasih berulang kali sambil sedikit mengguncang lengan gemuk Bude Neno.
“Mama pasti suka banget, aku sudah pintar memasak. Aku juga tahu alat-alat memasak dan kegunaannya. Langseng untuk mengukus dan oven untuk memanggang.” Jari Tari menunjuk oven yang tersimpan di sudut meja dapur, dan langseng yang menggantung di dinding, tidak jauh dari meja kompor.
Bude Neno mengambil panci yang digantung berdekatan dengan langseng. “Nih, satu lagi, panci. Digunakan untuk merebus. Makaroni ini kita rebus dulu supaya empuk.”
Sambil menunggu makaroni empuk, Bude Neno mengajari Tari cara memarut keju. Dengan menggunakan parutan kecil, keju batangan itu diparut perlahan. Sebuah piring kecil menadahi hasil parutannya.
Saat sedang memarut keju, Tari menyimak penjelasan Bude Neno tentang perbedaan mengukus, merebus, dan memanggang.
“Untuk mengukus, langseng diisi air kurang lebih seperlima bagian tinggi langseng. Lalu di atas air ditaruh alas yang berlubang, sehingga uap panas membantu proses pematangan. Makanan yang akan dikukus, ditaruh di atas alas tersebut.”
Tari manggut-manggut berusaha memahami. “Kalau memanggang, makanannya ditaruh saja dalam oven, kan?”
“Iya betul. Suhu panas dalam ruang tertutup di oven, akan mematangkan makanan,” tambah Bude Neno.
“Merebus paling gampang ya, Bude. Tinggal taruh makanannya di dalam air yang ada di panci, lalu didihkan,” ujar Tari.
Bude mengacungkan jempol tanda setuju. “Tapi lebih baik lagi bila airnya dididihkan dulu, baru makanannya dimasukkan. Supaya proses pematangannya lebih cepat dan zat gizinya tidak hilang.”
Tari mengernyit. “Zat gizi makanan bisa hilang, kalau direbus?”
Bude Neno mengangguk. “Makanan akan hilang zat gizinya bila mengalami proses pemanasan terlalu lama. Nggak cuma kalau direbus. Jadi mengolah makanan itu harus pas.”
Setelah rebusan makaroni empuk, pekerjaan dilanjutkan. Tari mengikuti petunjuk Bude Neno. Satu loyang dikerjakannya, sementara satu loyang lagi oleh Bude Neno. Tari menyimak baik-baik semua penjelasan Bude Neno. Takaran bahan-bahan tidak ada yang meleset.
“Yummy.. enak banget, Bude!” puji Tari. “Semoga buatanku juga, ya. Baru kali ini lho, aku memasak. Tapi ini juga banyak dibantu Bude, sih,” lanjut Tari sambil tersipu.
Bude Neno segera memperingatkan. “Ya ampuun, itu makaroni schotel buatan Tari untuk oleh-oleh buat Mamanya.”
Mas Bimo dan teman-temannya segera meminta maaf.
Tari tersipu, meski tadi sempat ciut hatinya. “Nggak apa-apa kok, itu kan masih ada sedikit lagi buat Mama.” Hatinya melambung bangga karena dipuji.
Tak lama kemudian, Mas Bimo dan teman-temannya pergi lagi. Katanya mau latihan basket di lapangan.
Tari tersenyum. Ia memeluk Bude. Hatinya berdegup senang mendapat pengalaman menyenangkan hari itu.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------
Catatan Kurcaci Pos :
Salam, Kak Linda.
Ide ceritanya bagus, Kak Linda. Terus ada info pengetahuan juga. Hanya untuk cerita sepanjang 882 kata, ini konfliknya tidak menonjol, Kak. Jadi sepanjang cerita, Kak Linda hanya menjelaskan soal proses memasak makaroni schotel, termasuk soal memanggang, merebus dan sebagainya.
Jadi untuk cerita anak, itu utama ada konflik dalam cerita, Kak. Sedangkan cerita Kakak ini konliknya tidak jelas. Nah, setelah ada konflik dalam cerita, biar ceritanya semakin seru, ditambahkanlah info-info yang sesuai dengan ceritanya.
Contoh konflik yang pas untuk cerita Kakak ini misalnya, Mama dan Papa akan pergi seharian, dan Tari tidak bisa ikut. Jadi Tari dititip ke Bude Neno. Tari tidak mau, karena Bude Neno itu kelihatannya galak. anak-anak ambil jambu di rumahnya saja, dia marah. Tapi terpaksa Tari harus dititip. Nah, ternyata Bude Neno ramah. Dia marah pada anak-anak yang suka mengambil jambu, karena tidak izin. Tari malah diajarin membuat makaroni schotel. Jadi konflik selesai, kalau ternyata Bude Neno tidak galak, dan ada info seputar membuat makaroni schotel.
Konflik lain adalah misalnya Tari besok ada acara jualan dii sekolah. Tari bingung mau jualan apa. Buat ini sudah dicoba tapi tidak bisa. Nah, Mama menyuruh Tari mengantar makaroni ke Bude Neno. kebetulan Mama dapat oleh-oleh makaroni banyak dari temannya.
Sampai di sana, Bude Neno tanya, kenapa Tari sedih? Tari cerita soal acara jualan itu. Bude Neno lalu usul jual makaroni schotel saja. awalnya tari bilang susah. tapi Bude Neno mengajari dengan telaten. Masalah Tari soal mau jualan apa selesai, ada info seputar makaroni.
Konflik-konflik lain bisa dimasukan dan disesuaikan untuk cerita Kak Linda ini. Jadi Kak Linda kembangkan imajinasi lagi. Pasti dapat yang lebih keren dari contoh yang Kurcaci Pos berikan.
Koreksian berikutnya adalah kamera cerita ya, kak. Untuk cerita anak, khusunya cerpen atau cerita realis, kamera cerita itu dari tokoh anak dalam cerita. Untuk cerita pendek, kamera ceritanya dari satu tokoh, yaitu cerita utama. sedangkan untuk novel anak, kamera ceritanya bisa berpindah, hanya saja, harus tetap dari tokoh anak.
Cerita Kak Linda di atas itu masuk cerpen atau cerita realis. Jadi kamera ceritanya harus dari Tari, bukan dari Bude Neno. Jadi banyak yang lepas, Kak.
Perhatikan kelogisan cerita. Yang Kurcaci Pos koreksi adalah Tari kan baru pulang sekolah dan lapar, jadi harusnya Bude Neno mengajak makan siang dulu. Kalau mengajak buat makaroni schotel, nanti Tari makin lapar, Kak. beda kalau Bude Neno membuatkan makanan instan untuk Tari.
Kak Linda masih banyak menggunakan gaya penulisan novel ya, kak. jadi hampir semua dideskripsikan. Makanya jatah katanya melebar. padahal kalau diefektifkan, bisa maksimal 750 kata saja.
Jadi untuk cerita anak khususnya kategori cerita pendek, tidak perlu semua dideskripsikan. bagian-bagian tertentu saja, dan sesuaikan jatah kata yang diberikan. Misalnya jatahnya maksimal 750 kata, cari bagian mana saja yang perlu didesripsikan. kalau semua, jumlah ceritanya melebar, Kak.
Demikian catatan dari Kurcaci Pos, Kak Linda. Semoga berkenan, dan salam semangat menulis, Kak.
Kurcaci Pos.
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete