Salam, Sahabat Kurcaci Pos...
Bedah Naskah Cerita Anak hadir kembali, nih. Kali ini ada cerita kak Nia Kurniawati tentang Tiara yang berwisata ke Goa Ngerong. Apa saja yang Tiara alami di sana, ya?
Yuk, simak cerita yang Kurcaci Pos bedah, ya...
O, iya. Untuk melihat naskah-naskah cerita lain yang Kurcaci Pos sudah bedah, Sahabat Kurcaci Pos bisa mampir ke sini, ya! klik saja...
-----------------------------------------------------------------------------------------
Naskah Sebelum Dibedah :
Wisata ke Goa Ngerong
Oleh: Nia Kurniawati
Di ruang tamu, tampak Ibu, dan Ahmad kakaknya Tiara, tengah menonton televisi. Tiara langsung bergabung, dengan duduk di sebelah ibunya.
"Habis ngapain, dari tadi di kamar terus, Dek?" tanya Ibu.
"Merapikan pakaian dan perlengkapan yang akan aku bawa lusa." Tiara menyandarkan kepalanya di pundak Ibu, "lusa, kita jadi berangkat ke Bandung, kan?"
Ibu segera membalikkan badannya menghadap Tiara.
"Astaghfirullah, maaf, Sayang. Ibu lupa memberitahu sesuatu." Tangan kiri Ibu menggenggam jemari Tiara, dan tangan kanannya membelai kepala Tiara.
"Besok Ayah harus berangkat ke Bojonegoro, ada masalah di kantor cabang," lanjut Ibu.
Ahmad yang duduk di karpet, depan Ibu, pun langsung menoleh.
"Yes!" Ahmad mengepalkan tangannya dan menariknya menyiku dengan semangat.
"Mas Ahmad kok senang, sih?" Tiara memprotes tindakan kakaknya.
"Besok aku mau tanding futsal, final."
"Yaahh! Gagal liburan lagi deh." Tiara menghempaskan punggungnya ke sofa yang sedang ia duduki.
"Maaf ya, Dek. Nanti kita bicarakan lagi sama Ayah." Ibu berusaha menghibur Tiara.
***
Setelah berdiskusi, Ayah sepakat membawa keluarga silaturrahim ke Rumah Eyang Umiyati di Rengel, Tuban. Ayah akan tetap meeting ke Bojonegoro, jarak Rengel - Bojonegoro hanya 30-45 menit dengan mobil pribadi. Sementara, Tiara dan Ahmad akan berwisata ke Goa Ngerong yang ada di Rengel bersama Ibu. Ahmad, tidak jadi ikut pertandingan futsal, karena tidak mau ditinggal sendiri."Ayo!" Ahmad menggandeng tangan adiknya.
"Males, Mas. Tempatnya nggak bagus." Tiara menuruti perkataan kakaknya dengan langkah lunglai.
Sejak memasuki gerbang, Tiara sudah tidak minat menjelajah tempat wisata Goa Ngerong. Ia hanya melihat sungai dan goa yang gelap. Di tempat itu, tidak nampak wahana bermain apa pun.
"Ayo cepat, itu Ibu sudah melambaikan tangannya, agar bergegas." Kali ini Ahmad sedikit menarik tangan Tiara.
Tiara menahan langkahnya, hingga ia tampak terseret-seret.
"Ini!" Setelah mendekat, Ibu memberikan sekantung biji kapuk pada Tiara.
"Buat apa?" Tiara memandang aneh biji kapuk yang digenggamnya.
"Lihat aja. Yuuk!" Ibu mengajak mendekati bibir sungai.
"Wah, ikannya besar-besar, Bu." Ahmad sangat antusias, melihat ikan beraneka jenis dengan ukuran jumbo, saat duduk di bibir sungai yang telah dipondasi.
Tiara masih mengatupkan kedua bibirnya. Meski takjub, tapi tiara belum merasa senang.
"Buat ditabur di sini, Bu?" Ahmad mengambil segenggam biji kapuk.
"Iya." Ibu mengangguk sambil menaburkan biji kapuk ke dalam sungai.
"Waaah ..." Tiara dan Ahmad berucap bersamaan, saat menyaksikan puluhan ikan langsung berebut mengerumuni dan memakan biji kapuk yang disebar. Ada beberapa jenis ikan, ikan nila, mujaer, lele, dan gurami.
"Bu, lihat!" Tiara menunjuk ke hulu sungai. Tampak dua orang anak dan seorang bapak berenang sambil menangkap ikan.
"Boleh turun, Bu?" tanya Ahmad.
"Silakan. Adek juga."
"Asyik!" Tiara mulai tampak antusias, saat diperbolehkan turun ke sungai. Berenang adalah hobinya.
Sungainya dangkal, hanya sepaha Tiara, airnya jernih, sehingga ikan dan bebatuan di dasar sungai terlihat jelas. Beberapa ekor ikan mendekati dan berenang di antara kaki Tiara dan Ahmad. Mereka tertawa menahan geli, saat ada lele yang mendekati kakinya. Tiara bahkan sampai memeluk Ahmad.
"Mas, ada kura-kuranya." Tiara setengah berteriak sambil mengejar kura-kura berwarna putih yang baru saja dilihatnya.
Meski pergerakannya lambat, tapi di dalam air, gerakan Tiara ternyata lebih lambat. Kura-kura itu berhasil lolos menuju pintu Goa.
Tiara enggan mendekat, karena bising suara dari ribuan kelelawar yang menggantung di mulut Goa, serta aroma yang membuat mual.
"Yeay!" Ahmad teriak kegirangan, saat ia berhasil menangkap ikan.
"Kita bawa pulang, Mas." Tiara ikut sumringah.
"Tidak boleh, lepaskan kembali, Mas Ahmad," perintah ibu.
"Kenapa, Bu?" tanya Tiara dan Ahmad bersamaan.
"Nanti kamu bisa sakit, bahkan mati, Dek." Seorang bapak yang mendengar percakapan Ahmad, langsung berkomentar. "Udah banyak korbannya," lanjutnya lagi.
"Terima kasih, Pak." Ibu menangkupkan ke dua tangannya di dada.
Bapak yang mengenakan kaos bergambar partai dan celana pendek itu, segera berlalu bersama kedua anaknya, sambil menganggukkan kepala.
Ibu menyuruh anak-anak untuk lekas naik dan berganti baju.
Setelah berganti baju, sambil memakan bekal di depan replika ikan nila yang ada dekat gerbang, Ibu melanjutkan pembicaraan yang belum tuntas di sungai tadi.
"Menurut kamu apa yang terjadi jika semua pengunjung mengambil ikan dan kura-kura yang ada di sini, Mas?"
Ahmad mengerutkan kening dan menempelkan telunjuknya di ujung bibir, lalu menjawab, "Lama-lama koleksi ikan dan kura-kuranya akan habis, Bu."
"Benar!" Ibu mengacungkan jempol kanannya ke arah Ahmad.
"Adek, bagaimana menurut kamu?"
"Takut sakit, nanti mati lagi, Bu. Seperti yang Bapak tadi bilang."
Ibu dan Ahmad tertawa kecil bersamaan mendengar jawaban Tiara.
"Bu, itu kan cuma mitos ya, Bu?" tanya Ahmad.
"Terlepas itu mitos atau bukan, tapi kita harus menghargai kebudayaan dan adat setempat."
"Setuju!" Tiara dan Ahmad bersamaan mengacungkan jempol kanannya ke arah Ibu.
Mereka pun tertawa bersama.
--The End--
------------------------------------------------------------------------------
Naskah Setelah Dibedah :
Wisata ke Goa Ngerong
Oleh: Nia Kurniawati
Di ruang tamu, tampak Ibu, danAhmad kakaknya Tiara (ini biasanya ditulis seperti ini, Kak Nia : Ahamd, kakak Tiara), tengah (Kalau menurut Kurcaci Pos, lebih pas pakai kata : sedang) menonton televisi. Tiara langsung bergabung, dengan duduk di sebelah ibunya.
"Habis ngapain, dari tadi di kamar terus, Dek?" tanya Ibu.
"Merapikan pakaian dan perlengkapan yang akan aku bawa lusa." (ini bisa ditambahkan kata sapaan, Kak Nia : lusa Bu!" Tiara menyandarkan kepalanya di pundak Ibu, "lusa, kita jadi berangkatke Bandung, kan?" (Tambahan kata sapaan kalau berbicara dengan orang tua Kak : ke Bandung kan, Bu?"
Ibu segera membalikkan badannya menghadap Tiara.
"Astaghfirullah, maaf, Sayang. Ibu lupa memberitahu sesuatu." Tangan kiri Ibu menggenggam jemari Tiara, dan tangan kanannya membelai kepala Tiara.
"Besok Ayah harus berangkat ke Bojonegoro, ada masalah di kantor cabang," lanjut Ibu.
Ahmad yang duduk di karpet, depan Ibu, pun langsung menoleh.
"Yes!" Ahmad mengepalkan tangannya dan menariknya menyiku dengan semangat.
"Mas Ahmad kok senang, sih?" Tiara memprotes tindakan kakaknya.
"Besok aku mau tanding futsal, final."
"Yaahh! Gagal liburan lagi deh." Tiara menghempaskan punggungnya ke sofa yang sedang ia duduki.
"Maaf ya, Dek. Nanti kita bicarakan lagi sama Ayah." Ibu berusaha menghibur Tiara.
***
Setelah berdiskusi, Ayah sepakatmembawa (mengajak) keluarga silaturrahim ke Rumah Eyang Umiyati di Rengel, Tuban. Ayah akan tetap meeting (ini kata asing, jadi harus dicetak miring. Bisa juga diganti kata yang sesuai) ke Bojonegoro, jarak Rengel - Bojonegoro hanya 30-45 menit dengan mobil pribadi. Sementara, Tiara dan Ahmad akan berwisata ke Goa Ngerong yang ada di Rengel bersama Ibu. Ahmad, tidak jadi ikut pertandingan futsal, karena tidak mau ditinggal sendiri. (karena ini tidak perlu dan penting dalam cerita, maka tidak perlu dimasukkan).
"Ayo!" Ahmad menggandeng tangan adiknya.
"Males, Mas. Tempatnya nggak bagus." Tiara menuruti perkataan kakaknya dengan langkah lunglai.
Sejak memasuki gerbang, Tiara sudah tidakminat (berminat) menjelajah tempat wisata Goa Ngerong. Ia hanya melihat sungai dan goa yang gelap. Di tempat itu, tidak nampak (tampak) wahana bermain apa pun.
"Ayo cepat, itu Ibu sudah melambaikan tangannya, agar bergegas." Kali ini Ahmad sedikit menarik tangan Tiara.
Tiara menahan langkahnya, hingga ia tampak terseret-seret.
"Ini!" Setelah mendekat, Ibu memberikan sekantung biji kapuk pada Tiara.
"Buat apa?" (Beri kata sapaan bila berbicara pada orang tua, Kak. jadi untuk mengajarkan kepada pembaca anak, sopan berbicara pada yang lebih tua : "Buat apa, Bu?" Tiara memandang aneh biji kapuk yang digenggamnya.
"Lihat aja. Yuuk!" Ibu mengajak mendekati bibir sungai.
"Wah, ikannya besar-besar, Bu." Ahmad sangat antusias, melihat ikan beraneka jenis dengan ukuran jumbo, saat duduk di bibir sungai yang telah dipondasi.
Tiara masih mengatupkan kedua bibirnya. Meski takjub, tapitiara (Tiara) belum merasa senang.
"Buat ditabur di sini, Bu?" Ahmad mengambil segenggam biji kapuk.
"Iya." Ibu mengangguk sambil menaburkan biji kapuk ke dalam sungai.
"Waaah ..." Tiara dan Ahmad berucap bersamaan, saat menyaksikan puluhan ikan langsung berebut mengerumuni dan memakan biji kapuk yang disebar.Ada beberapa jenis ikan, ikan nila, mujaer, lele, dan gurami. (ini bisa diefektifkan : Ada Ikan nila, mujair, lele, dan gurame
"Bu, lihat!" Tiara menunjuk ke hulu sungai. Tampak dua orang anak dan seorang bapak berenang sambil menangkap ikan.
"Boleh turun, Bu?" tanya Ahmad.
"Silakan. Adek juga." (Ini ditambahkan ucapan siapa, Kak).
"Asyik!" Tiara mulai tampak antusias, saat diperbolehkan turun ke sungai. Berenang adalah hobinya.
Sungainya dangkal, hanya sepaha Tiara, airnya jernih, sehingga ikan dan bebatuan di dasar sungai terlihat jelas. Beberapa ekor ikan mendekati dan berenang di antara kaki Tiara dan Ahmad. Mereka tertawa menahan geli, saat ada lele yang mendekati kakinya. Tiara bahkan sampai memeluk Ahmad.
"Mas, ada kura-kuranya." Tiara setengah berteriak sambil mengejar kura-kura berwarna putih yang baru saja dilihatnya.
Meski pergerakannya lambat, tapi di dalam air, gerakan Tiara ternyata lebih lambat. Kura-kura itu berhasil lolos menuju pintu Goa.
Tiara enggan mendekat, karena bising suara dari ribuan kelelawar yang menggantung di mulut Goa, serta aroma yang membuat mual.
"Yeay!" Ahmad teriak kegirangan, saat ia berhasil menangkap ikan.
"Kita bawa pulang, Mas." Tiara ikut sumringah.
"Tidak boleh, lepaskan kembali, Mas Ahmad," perintah ibu.
"Kenapa, Bu?" tanya Tiara dan Ahmad bersamaan.
"Nanti kamu bisa sakit, bahkan mati, Dek." Seorang bapak yang mendengar percakapan Ahmad, langsung berkomentar. "Udah banyak korbannya," lanjutnya lagi.
"Terima kasih, Pak." Ibu menangkupkan ke dua tangannya di dada.
Bapak yang mengenakan kaosbergambar partai (Hapus saja ini, Kak. Cerita anak harus bebas dari unsur partai hehehe) dan celana pendek itu, segera berlalu bersama kedua anaknya, sambil menganggukkan kepala.
Ibu menyuruhanak-anak (Tiara dan Ahmad) untuk lekas naik dan berganti baju.
Setelah berganti baju, sambil memakan bekal di depan replika ikan nila yang ada dekat gerbang, Ibu melanjutkan pembicaraan yang belum tuntas di sungai tadi.
"Menurut kamu apa yang terjadi jika semua pengunjung mengambil ikan dan kura-kura yang ada di sini, Mas?" (ini ucapan Ibu atau Tiara, Kak? jadi kalau ada lebih dua tokoh berbincang, maka jelaskan itu ucapan saja. kalau hanya dua, maka bisa lanngsung dibedakan.
Ahmad mengerutkan kening dan menempelkan telunjuknya di ujung bibir, lalu menjawab, "Lama-lama koleksi ikan dan kura-kuranya akan habis, Bu."
"Benar!" Ibu mengacungkan jempol kanannya ke arah Ahmad.
"Adek, bagaimana menurut kamu?"
"Takut sakit, nanti mati lagi, Bu. Seperti yang Bapak tadi bilang."
Ibu dan Ahmad tertawa kecil bersamaan mendengar jawaban Tiara.
"Bu, itu kan cuma mitos ya, Bu?" tanya Ahmad.
"Terlepas itu mitos atau bukan, tapi kita harus menghargai kebudayaan dan adat setempat."
"Setuju!" Tiara dan Ahmad bersamaan mengacungkan jempol kanannya ke arah Ibu.
Mereka pun tertawa bersama.
--The End--
--------------------------------------------------------------------
Catatan Kurcaci Pos :
Salam Kak Nia. Ide ceritanya bagus, ada info tentang pariwisata dan kearifan lokalnya.
Hanya mungkin bagian openingnya bisa dipermak, Kak. Jadi opening langsung saja masuk saat perjalanan Ibu, Ahmad dan Tiara menuju ke Goa Ngerong. bagaimana kesalnya Tiara kerena gagal liburan ke Bandung. Dia merasa wisata ke goa tidak asyik. Pikir Tiara hanya gelap dan pengap. Tapi ternyata mengasikkan.
Usahakan bila Tiara berdialog dengan orang yang lebih tua darinya, itu pakai kata sapaan, Kak Nia. Jadi secara tidak langsung kita memberi pemahaman kepada anak-anak, cara berbicara pada orang lebih tua. Dengan adanya kata sapaan, maka ucapan lebih sopan.
Untuk cerita anak, hindari hal-hal berau dewasa ya, Kak. Misalnya Bapak itu memakai kaos bergambar partai. Itu bisa diganti.
Demikian catatan dari Kurcaci Pos, Kak Nia. Terus semangat menulis...
Bedah Naskah Cerita Anak hadir kembali, nih. Kali ini ada cerita kak Nia Kurniawati tentang Tiara yang berwisata ke Goa Ngerong. Apa saja yang Tiara alami di sana, ya?
Foto : Eksplor Tuban |
Yuk, simak cerita yang Kurcaci Pos bedah, ya...
O, iya. Untuk melihat naskah-naskah cerita lain yang Kurcaci Pos sudah bedah, Sahabat Kurcaci Pos bisa mampir ke sini, ya! klik saja...
-----------------------------------------------------------------------------------------
Naskah Sebelum Dibedah :
Wisata ke Goa Ngerong
Oleh: Nia Kurniawati
Di ruang tamu, tampak Ibu, dan Ahmad kakaknya Tiara, tengah menonton televisi. Tiara langsung bergabung, dengan duduk di sebelah ibunya.
"Habis ngapain, dari tadi di kamar terus, Dek?" tanya Ibu.
"Merapikan pakaian dan perlengkapan yang akan aku bawa lusa." Tiara menyandarkan kepalanya di pundak Ibu, "lusa, kita jadi berangkat ke Bandung, kan?"
Ibu segera membalikkan badannya menghadap Tiara.
"Astaghfirullah, maaf, Sayang. Ibu lupa memberitahu sesuatu." Tangan kiri Ibu menggenggam jemari Tiara, dan tangan kanannya membelai kepala Tiara.
"Besok Ayah harus berangkat ke Bojonegoro, ada masalah di kantor cabang," lanjut Ibu.
Ahmad yang duduk di karpet, depan Ibu, pun langsung menoleh.
"Yes!" Ahmad mengepalkan tangannya dan menariknya menyiku dengan semangat.
"Mas Ahmad kok senang, sih?" Tiara memprotes tindakan kakaknya.
"Besok aku mau tanding futsal, final."
"Yaahh! Gagal liburan lagi deh." Tiara menghempaskan punggungnya ke sofa yang sedang ia duduki.
"Maaf ya, Dek. Nanti kita bicarakan lagi sama Ayah." Ibu berusaha menghibur Tiara.
***
Setelah berdiskusi, Ayah sepakat membawa keluarga silaturrahim ke Rumah Eyang Umiyati di Rengel, Tuban. Ayah akan tetap meeting ke Bojonegoro, jarak Rengel - Bojonegoro hanya 30-45 menit dengan mobil pribadi. Sementara, Tiara dan Ahmad akan berwisata ke Goa Ngerong yang ada di Rengel bersama Ibu. Ahmad, tidak jadi ikut pertandingan futsal, karena tidak mau ditinggal sendiri."Ayo!" Ahmad menggandeng tangan adiknya.
"Males, Mas. Tempatnya nggak bagus." Tiara menuruti perkataan kakaknya dengan langkah lunglai.
Sejak memasuki gerbang, Tiara sudah tidak minat menjelajah tempat wisata Goa Ngerong. Ia hanya melihat sungai dan goa yang gelap. Di tempat itu, tidak nampak wahana bermain apa pun.
"Ayo cepat, itu Ibu sudah melambaikan tangannya, agar bergegas." Kali ini Ahmad sedikit menarik tangan Tiara.
Tiara menahan langkahnya, hingga ia tampak terseret-seret.
"Ini!" Setelah mendekat, Ibu memberikan sekantung biji kapuk pada Tiara.
"Buat apa?" Tiara memandang aneh biji kapuk yang digenggamnya.
"Lihat aja. Yuuk!" Ibu mengajak mendekati bibir sungai.
"Wah, ikannya besar-besar, Bu." Ahmad sangat antusias, melihat ikan beraneka jenis dengan ukuran jumbo, saat duduk di bibir sungai yang telah dipondasi.
Tiara masih mengatupkan kedua bibirnya. Meski takjub, tapi tiara belum merasa senang.
"Buat ditabur di sini, Bu?" Ahmad mengambil segenggam biji kapuk.
"Iya." Ibu mengangguk sambil menaburkan biji kapuk ke dalam sungai.
"Waaah ..." Tiara dan Ahmad berucap bersamaan, saat menyaksikan puluhan ikan langsung berebut mengerumuni dan memakan biji kapuk yang disebar. Ada beberapa jenis ikan, ikan nila, mujaer, lele, dan gurami.
"Bu, lihat!" Tiara menunjuk ke hulu sungai. Tampak dua orang anak dan seorang bapak berenang sambil menangkap ikan.
"Boleh turun, Bu?" tanya Ahmad.
"Silakan. Adek juga."
"Asyik!" Tiara mulai tampak antusias, saat diperbolehkan turun ke sungai. Berenang adalah hobinya.
Sungainya dangkal, hanya sepaha Tiara, airnya jernih, sehingga ikan dan bebatuan di dasar sungai terlihat jelas. Beberapa ekor ikan mendekati dan berenang di antara kaki Tiara dan Ahmad. Mereka tertawa menahan geli, saat ada lele yang mendekati kakinya. Tiara bahkan sampai memeluk Ahmad.
"Mas, ada kura-kuranya." Tiara setengah berteriak sambil mengejar kura-kura berwarna putih yang baru saja dilihatnya.
Meski pergerakannya lambat, tapi di dalam air, gerakan Tiara ternyata lebih lambat. Kura-kura itu berhasil lolos menuju pintu Goa.
Tiara enggan mendekat, karena bising suara dari ribuan kelelawar yang menggantung di mulut Goa, serta aroma yang membuat mual.
"Yeay!" Ahmad teriak kegirangan, saat ia berhasil menangkap ikan.
"Kita bawa pulang, Mas." Tiara ikut sumringah.
"Tidak boleh, lepaskan kembali, Mas Ahmad," perintah ibu.
"Kenapa, Bu?" tanya Tiara dan Ahmad bersamaan.
"Nanti kamu bisa sakit, bahkan mati, Dek." Seorang bapak yang mendengar percakapan Ahmad, langsung berkomentar. "Udah banyak korbannya," lanjutnya lagi.
"Terima kasih, Pak." Ibu menangkupkan ke dua tangannya di dada.
Bapak yang mengenakan kaos bergambar partai dan celana pendek itu, segera berlalu bersama kedua anaknya, sambil menganggukkan kepala.
Ibu menyuruh anak-anak untuk lekas naik dan berganti baju.
Setelah berganti baju, sambil memakan bekal di depan replika ikan nila yang ada dekat gerbang, Ibu melanjutkan pembicaraan yang belum tuntas di sungai tadi.
"Menurut kamu apa yang terjadi jika semua pengunjung mengambil ikan dan kura-kura yang ada di sini, Mas?"
Ahmad mengerutkan kening dan menempelkan telunjuknya di ujung bibir, lalu menjawab, "Lama-lama koleksi ikan dan kura-kuranya akan habis, Bu."
"Benar!" Ibu mengacungkan jempol kanannya ke arah Ahmad.
"Adek, bagaimana menurut kamu?"
"Takut sakit, nanti mati lagi, Bu. Seperti yang Bapak tadi bilang."
Ibu dan Ahmad tertawa kecil bersamaan mendengar jawaban Tiara.
"Bu, itu kan cuma mitos ya, Bu?" tanya Ahmad.
"Terlepas itu mitos atau bukan, tapi kita harus menghargai kebudayaan dan adat setempat."
"Setuju!" Tiara dan Ahmad bersamaan mengacungkan jempol kanannya ke arah Ibu.
Mereka pun tertawa bersama.
--The End--
------------------------------------------------------------------------------
Naskah Setelah Dibedah :
Wisata ke Goa Ngerong
Oleh: Nia Kurniawati
Di ruang tamu, tampak Ibu, dan
"Habis ngapain, dari tadi di kamar terus, Dek?" tanya Ibu.
"Merapikan pakaian dan perlengkapan yang akan aku bawa lusa." (ini bisa ditambahkan kata sapaan, Kak Nia : lusa Bu!" Tiara menyandarkan kepalanya di pundak Ibu, "lusa, kita jadi berangkat
Ibu segera membalikkan badannya menghadap Tiara.
"Astaghfirullah, maaf, Sayang. Ibu lupa memberitahu sesuatu." Tangan kiri Ibu menggenggam jemari Tiara, dan tangan kanannya membelai kepala Tiara.
"Besok Ayah harus berangkat ke Bojonegoro, ada masalah di kantor cabang," lanjut Ibu.
Ahmad yang duduk di karpet, depan Ibu, pun langsung menoleh.
"Yes!" Ahmad mengepalkan tangannya dan menariknya menyiku dengan semangat.
"Mas Ahmad kok senang, sih?" Tiara memprotes tindakan kakaknya.
"Besok aku mau tanding futsal, final."
"Yaahh! Gagal liburan lagi deh." Tiara menghempaskan punggungnya ke sofa yang sedang ia duduki.
"Maaf ya, Dek. Nanti kita bicarakan lagi sama Ayah." Ibu berusaha menghibur Tiara.
***
Setelah berdiskusi, Ayah sepakat
"Ayo!" Ahmad menggandeng tangan adiknya.
"Males, Mas. Tempatnya nggak bagus." Tiara menuruti perkataan kakaknya dengan langkah lunglai.
Sejak memasuki gerbang, Tiara sudah tidak
"Ayo cepat, itu Ibu sudah melambaikan tangannya, agar bergegas." Kali ini Ahmad sedikit menarik tangan Tiara.
Tiara menahan langkahnya, hingga ia tampak terseret-seret.
"Ini!" Setelah mendekat, Ibu memberikan sekantung biji kapuk pada Tiara.
"Buat apa?" (Beri kata sapaan bila berbicara pada orang tua, Kak. jadi untuk mengajarkan kepada pembaca anak, sopan berbicara pada yang lebih tua : "Buat apa, Bu?" Tiara memandang aneh biji kapuk yang digenggamnya.
"Lihat aja. Yuuk!" Ibu mengajak mendekati bibir sungai.
"Wah, ikannya besar-besar, Bu." Ahmad sangat antusias, melihat ikan beraneka jenis dengan ukuran jumbo, saat duduk di bibir sungai yang telah dipondasi.
Tiara masih mengatupkan kedua bibirnya. Meski takjub, tapi
"Buat ditabur di sini, Bu?" Ahmad mengambil segenggam biji kapuk.
"Iya." Ibu mengangguk sambil menaburkan biji kapuk ke dalam sungai.
"Waaah ..." Tiara dan Ahmad berucap bersamaan, saat menyaksikan puluhan ikan langsung berebut mengerumuni dan memakan biji kapuk yang disebar.
"Bu, lihat!" Tiara menunjuk ke hulu sungai. Tampak dua orang anak dan seorang bapak berenang sambil menangkap ikan.
"Boleh turun, Bu?" tanya Ahmad.
"Silakan. Adek juga." (Ini ditambahkan ucapan siapa, Kak).
"Asyik!" Tiara mulai tampak antusias, saat diperbolehkan turun ke sungai. Berenang adalah hobinya.
Sungainya dangkal, hanya sepaha Tiara, airnya jernih, sehingga ikan dan bebatuan di dasar sungai terlihat jelas. Beberapa ekor ikan mendekati dan berenang di antara kaki Tiara dan Ahmad. Mereka tertawa menahan geli, saat ada lele yang mendekati kakinya. Tiara bahkan sampai memeluk Ahmad.
"Mas, ada kura-kuranya." Tiara setengah berteriak sambil mengejar kura-kura berwarna putih yang baru saja dilihatnya.
Meski pergerakannya lambat, tapi di dalam air, gerakan Tiara ternyata lebih lambat. Kura-kura itu berhasil lolos menuju pintu Goa.
Tiara enggan mendekat, karena bising suara dari ribuan kelelawar yang menggantung di mulut Goa, serta aroma yang membuat mual.
"Yeay!" Ahmad teriak kegirangan, saat ia berhasil menangkap ikan.
"Kita bawa pulang, Mas." Tiara ikut sumringah.
"Tidak boleh, lepaskan kembali, Mas Ahmad," perintah ibu.
"Kenapa, Bu?" tanya Tiara dan Ahmad bersamaan.
"Nanti kamu bisa sakit, bahkan mati, Dek." Seorang bapak yang mendengar percakapan Ahmad, langsung berkomentar. "Udah banyak korbannya," lanjutnya lagi.
"Terima kasih, Pak." Ibu menangkupkan ke dua tangannya di dada.
Bapak yang mengenakan kaos
Ibu menyuruh
Setelah berganti baju, sambil memakan bekal di depan replika ikan nila yang ada dekat gerbang, Ibu melanjutkan pembicaraan yang belum tuntas di sungai tadi.
"Menurut kamu apa yang terjadi jika semua pengunjung mengambil ikan dan kura-kura yang ada di sini, Mas?" (ini ucapan Ibu atau Tiara, Kak? jadi kalau ada lebih dua tokoh berbincang, maka jelaskan itu ucapan saja. kalau hanya dua, maka bisa lanngsung dibedakan.
Ahmad mengerutkan kening dan menempelkan telunjuknya di ujung bibir, lalu menjawab, "Lama-lama koleksi ikan dan kura-kuranya akan habis, Bu."
"Benar!" Ibu mengacungkan jempol kanannya ke arah Ahmad.
"Adek, bagaimana menurut kamu?"
"Takut sakit, nanti mati lagi, Bu. Seperti yang Bapak tadi bilang."
Ibu dan Ahmad tertawa kecil bersamaan mendengar jawaban Tiara.
"Bu, itu kan cuma mitos ya, Bu?" tanya Ahmad.
"Terlepas itu mitos atau bukan, tapi kita harus menghargai kebudayaan dan adat setempat."
"Setuju!" Tiara dan Ahmad bersamaan mengacungkan jempol kanannya ke arah Ibu.
Mereka pun tertawa bersama.
--The End--
--------------------------------------------------------------------
Catatan Kurcaci Pos :
Salam Kak Nia. Ide ceritanya bagus, ada info tentang pariwisata dan kearifan lokalnya.
Hanya mungkin bagian openingnya bisa dipermak, Kak. Jadi opening langsung saja masuk saat perjalanan Ibu, Ahmad dan Tiara menuju ke Goa Ngerong. bagaimana kesalnya Tiara kerena gagal liburan ke Bandung. Dia merasa wisata ke goa tidak asyik. Pikir Tiara hanya gelap dan pengap. Tapi ternyata mengasikkan.
Usahakan bila Tiara berdialog dengan orang yang lebih tua darinya, itu pakai kata sapaan, Kak Nia. Jadi secara tidak langsung kita memberi pemahaman kepada anak-anak, cara berbicara pada orang lebih tua. Dengan adanya kata sapaan, maka ucapan lebih sopan.
Untuk cerita anak, hindari hal-hal berau dewasa ya, Kak. Misalnya Bapak itu memakai kaos bergambar partai. Itu bisa diganti.
Demikian catatan dari Kurcaci Pos, Kak Nia. Terus semangat menulis...
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete