Rip kurcaci terperanjat. Ia bangun saat matahari telah tinggi. Buru-buru Rip melempar selimut, lalu melompat dari tempat tidur, Kemudian menuju kamar mandi. Tanpa sempat sarapan, Rip berangkat bekerja di pabrik sirup stroberi Pak Morza. Untung saja Rip belum terlambat.
“Kenapa kamu terlambat, Rip?” tanya Mola kurcaci saat istirahat.
“Semalam aku tidak bisa tidur nyenyak. Aku baru bisa tidur menjelang subuh,” cerita Rip.
“Ehm, sebaiknya kamu menganti bantalmu, Rip! Pasti tidurmu akan nyenyak,” saran Mola.
Rip terdiam sejenak. Ehm, benar juga kata Mola. Bantalnya sudah lama dan kempis. Walau Rip sering menjemur bantalnya, tetap saja tidak nyaman.
“Terima kasih usulmu, Mola,” kata Rip lalu bergegas menuju kamar mandi.
Di depan kamar mandi, Rip bertemu Melky. Rip buru-buru masuk kamar mandi tanpa menoleh pada Melky. Ia masih kesal pada Melky. Kemarin Melky menumpahkan sup jamurnya saat makan siang.
Sore harinya, sepulang kerja, Rip pergi ke toko bantal milik Pak Morza. Banyak sekali bantal bagus dan empuk. Rip sampai bingung memilihnya.
“Kamu pilih saja bantal isi bulu angsa, Rip! Harganya sedikit mahal dibandingkan bantal lain. Tetapi tidurmu akan nyenyak,” saran Pak Morza.
Rip mengangguk setuju. Ia lalu memiluh bantal isi bulu angsa. Dengan langkah riang, Rip pulang ke rumahnya.
Bruk.. saking bersemangatnya, Rip terjatuh karena tersandung sebuah batu. Bantal Rip terjatuh dan kotor penuh debu. Ada sedikit robek di bagian ujungnya.
“Aku akan menukar bantal ini,” kata Rip lalu bergegas kembali ke toko bantal Pak Morza. Tentu saja Pak Morza tidak mau menukar bantal itu.
“Aku kan, baru membeli bantal ini, Pak Morza,” tukas Rip.
“Itu kesalahanmu, Rip! Seharusnya kamu lebih berhati-hati,” tukas Pak Morza.
Rip kesal sekali . Sampai di rumah, Rip segera menjahit bantalnya yang robek.
Malamnya menjelang tidur, Rip masih memikirkan bantal barunya itu.
Uuh, kenapa Pak Morza tidak mau menganti bantal ini. Padahal harganya sangat mahal. Tabunganku sampai habis, gumam Rip dalam hati.
Besoknya Rip bagun kesiangan. Untung saja ia libur kerja. Rip menarik napas lega. Namun tiba-tiba ia ingat sesuatu.
“Wah.. hari ini aku janjian dengan Kiru akan ke hutan jamur,” jerit Rip.
Rip bergegas mandi. Sekuat tenaga ia berlari menuju rumah Kiru. Rip berulang kali memanggil Kiru. Tetapi tidak ada jawaban. Rumah kiru juga tampak sepi.
“Wah, sepertinya Kiru meninggalkanku,” kata Rip kecewa. Ia segera bergegas ke hutan jamur.
Benar saja. Saat tiba di hutan jamur, Rip melihat Kiru sedang asyik memetik jamur. Keranjang jamurnya sudah penuh. Rip segera menghampiri Kiru.
“Kiru, kamu kok tidak menungguku?” tanya Rip kesal.
“Eh, aku menunggumu kok. Tapi kamu lama datangnya. Aku kira kamu tidak pergi,” jawab Kiru.
“Tapi, harusnya kamu tetap menunggu sampai aku datang. Kita kan, sudah janji,” tukas Rip.
“Kamu yang salah, karena bangun kesiangan,” Kiru tidak mau kalah.
Rip dan Kiru terus berdebat. Mereka tidak ada yang mau mengalah dan saling menyalahkan. Rip bertambah kesal. Ia hanya memetik jamur sedikit, lalu bergegas pulang. Rip bertemu dengan Nenek Mira.
“Kenapa kamu cemberut, Rip?” tanya Nenek Mira.
Rip bercerita pada Nenek Mira. Nenek Mira mengangguk mengerti. Penyebabnya adalah karena Rip bangun kesiangan.
Nenek Mira merogoh keranjang rotannya, lalu mengambil beberapa batang kayu manis.
“Sebelum tidur, letakkan kayumanis ini di bawah bantalmu. Aroma harum kayu manis, akan membuat tidurmu nyenyak,” saran Nenek Mira.
“Terima kasih, Nek!” ucap Rip gembira.
Malamnya, sebelum tidur Rip meletakkan batang kayu manis di bawah bantal. Benar kata Nenek Mira, aroma harum langsung tercium. Ia memejamkan matanya. Tapi lagi-lagi ia teringat pada Kiru. Kiru itu sahabatnya, kenapa ia tidak menunggunya?
Esok harinya, lagi-lagi Rip bangun kesiangan. Ia pun terlambat sampai di tempat kerja. Pak Rosta segera memanggilnya. Rip menceritakan semuanya.
“Maafkan Aku, Pak Rosta. Padahal, aku sudah menganti bantal yang mahal, dan menaruh kayu manis di dalamnya,” keluh Rip.
Pak Rosta tersenyum. “Bukan dari bantalnya Rip. Tapi kamu harus membuat hatimu nyaman,” kata Pak Rosta.
“Apa maksud, Pak Rosta?” tanya Rip bingung
Pak Rosta lalu menjelaskan. Rip mengangguk mengerti.
Rip mengikuti saran Pak Rosta. Saat istirahat, Rip menemui Melky.
“Ada apa? Kamu mau menyalahkan aku lagi?” tanya Melky.
Rip tersenyum. “Tidak kok. Aku mau minta maaf. Kemarin itu salahku, karena berjalan tidak hati-hati, maafkan aku, ya!” Rip mengulurkan tangan.
Melky menjabat tangan Rip. “Sama-sama, Rip!”
Pulang bekerja, Rip mampir ke rumah Kiru. Tampak Kiru sedang membersihkan kaca jendela rumah jamurnya.
“Mau apa kamu ke sini?” sambut Kiru tak ramah.
Rip tersenyum. “Aku minta maaf. Kemarin itu salahku karena bangun kesiangan. Maafkan aku, ya!”
“Iya, kita kan, sahabat!” Riku memeluk Rip
Rip lega sekali. dengan gembira, Rip segera menuju toko bantal Pak Morza.
“Pak Morza, aku minta maaf. Kemarin itu salahku, karena berjalan tidak hati-hati.”
“Iya, Rip! Saya sudah memaafkanmu!”
Malamnya Rip tidur dengan nyenyak. Rip bahkan bermimpi indah dan tampak tersenyum dalam tidurnya.
Besoknya Rip bangun pagi sekali. ia bisa menghirup udara segar, mendengar kicauan burung dan merasakan hangatnya mentari. Benar kata Pak Rosta, tidur nyenyak itu bukan karena bantalnya, tetapi karena hati tenang.
Bambang Irwanto
Dimuat di majalah Bobo |
“Kenapa kamu terlambat, Rip?” tanya Mola kurcaci saat istirahat.
“Semalam aku tidak bisa tidur nyenyak. Aku baru bisa tidur menjelang subuh,” cerita Rip.
“Ehm, sebaiknya kamu menganti bantalmu, Rip! Pasti tidurmu akan nyenyak,” saran Mola.
Rip terdiam sejenak. Ehm, benar juga kata Mola. Bantalnya sudah lama dan kempis. Walau Rip sering menjemur bantalnya, tetap saja tidak nyaman.
“Terima kasih usulmu, Mola,” kata Rip lalu bergegas menuju kamar mandi.
Di depan kamar mandi, Rip bertemu Melky. Rip buru-buru masuk kamar mandi tanpa menoleh pada Melky. Ia masih kesal pada Melky. Kemarin Melky menumpahkan sup jamurnya saat makan siang.
Sore harinya, sepulang kerja, Rip pergi ke toko bantal milik Pak Morza. Banyak sekali bantal bagus dan empuk. Rip sampai bingung memilihnya.
“Kamu pilih saja bantal isi bulu angsa, Rip! Harganya sedikit mahal dibandingkan bantal lain. Tetapi tidurmu akan nyenyak,” saran Pak Morza.
Rip mengangguk setuju. Ia lalu memiluh bantal isi bulu angsa. Dengan langkah riang, Rip pulang ke rumahnya.
Bruk.. saking bersemangatnya, Rip terjatuh karena tersandung sebuah batu. Bantal Rip terjatuh dan kotor penuh debu. Ada sedikit robek di bagian ujungnya.
“Aku akan menukar bantal ini,” kata Rip lalu bergegas kembali ke toko bantal Pak Morza. Tentu saja Pak Morza tidak mau menukar bantal itu.
“Aku kan, baru membeli bantal ini, Pak Morza,” tukas Rip.
“Itu kesalahanmu, Rip! Seharusnya kamu lebih berhati-hati,” tukas Pak Morza.
Rip kesal sekali . Sampai di rumah, Rip segera menjahit bantalnya yang robek.
Malamnya menjelang tidur, Rip masih memikirkan bantal barunya itu.
Uuh, kenapa Pak Morza tidak mau menganti bantal ini. Padahal harganya sangat mahal. Tabunganku sampai habis, gumam Rip dalam hati.
Besoknya Rip bagun kesiangan. Untung saja ia libur kerja. Rip menarik napas lega. Namun tiba-tiba ia ingat sesuatu.
“Wah.. hari ini aku janjian dengan Kiru akan ke hutan jamur,” jerit Rip.
Rip bergegas mandi. Sekuat tenaga ia berlari menuju rumah Kiru. Rip berulang kali memanggil Kiru. Tetapi tidak ada jawaban. Rumah kiru juga tampak sepi.
“Wah, sepertinya Kiru meninggalkanku,” kata Rip kecewa. Ia segera bergegas ke hutan jamur.
Benar saja. Saat tiba di hutan jamur, Rip melihat Kiru sedang asyik memetik jamur. Keranjang jamurnya sudah penuh. Rip segera menghampiri Kiru.
“Kiru, kamu kok tidak menungguku?” tanya Rip kesal.
“Eh, aku menunggumu kok. Tapi kamu lama datangnya. Aku kira kamu tidak pergi,” jawab Kiru.
“Tapi, harusnya kamu tetap menunggu sampai aku datang. Kita kan, sudah janji,” tukas Rip.
“Kamu yang salah, karena bangun kesiangan,” Kiru tidak mau kalah.
Rip dan Kiru terus berdebat. Mereka tidak ada yang mau mengalah dan saling menyalahkan. Rip bertambah kesal. Ia hanya memetik jamur sedikit, lalu bergegas pulang. Rip bertemu dengan Nenek Mira.
“Kenapa kamu cemberut, Rip?” tanya Nenek Mira.
Rip bercerita pada Nenek Mira. Nenek Mira mengangguk mengerti. Penyebabnya adalah karena Rip bangun kesiangan.
Nenek Mira merogoh keranjang rotannya, lalu mengambil beberapa batang kayu manis.
“Sebelum tidur, letakkan kayumanis ini di bawah bantalmu. Aroma harum kayu manis, akan membuat tidurmu nyenyak,” saran Nenek Mira.
“Terima kasih, Nek!” ucap Rip gembira.
Malamnya, sebelum tidur Rip meletakkan batang kayu manis di bawah bantal. Benar kata Nenek Mira, aroma harum langsung tercium. Ia memejamkan matanya. Tapi lagi-lagi ia teringat pada Kiru. Kiru itu sahabatnya, kenapa ia tidak menunggunya?
Esok harinya, lagi-lagi Rip bangun kesiangan. Ia pun terlambat sampai di tempat kerja. Pak Rosta segera memanggilnya. Rip menceritakan semuanya.
“Maafkan Aku, Pak Rosta. Padahal, aku sudah menganti bantal yang mahal, dan menaruh kayu manis di dalamnya,” keluh Rip.
Pak Rosta tersenyum. “Bukan dari bantalnya Rip. Tapi kamu harus membuat hatimu nyaman,” kata Pak Rosta.
“Apa maksud, Pak Rosta?” tanya Rip bingung
Pak Rosta lalu menjelaskan. Rip mengangguk mengerti.
Rip mengikuti saran Pak Rosta. Saat istirahat, Rip menemui Melky.
“Ada apa? Kamu mau menyalahkan aku lagi?” tanya Melky.
Rip tersenyum. “Tidak kok. Aku mau minta maaf. Kemarin itu salahku, karena berjalan tidak hati-hati, maafkan aku, ya!” Rip mengulurkan tangan.
Melky menjabat tangan Rip. “Sama-sama, Rip!”
Pulang bekerja, Rip mampir ke rumah Kiru. Tampak Kiru sedang membersihkan kaca jendela rumah jamurnya.
“Mau apa kamu ke sini?” sambut Kiru tak ramah.
Rip tersenyum. “Aku minta maaf. Kemarin itu salahku karena bangun kesiangan. Maafkan aku, ya!”
“Iya, kita kan, sahabat!” Riku memeluk Rip
Rip lega sekali. dengan gembira, Rip segera menuju toko bantal Pak Morza.
“Pak Morza, aku minta maaf. Kemarin itu salahku, karena berjalan tidak hati-hati.”
“Iya, Rip! Saya sudah memaafkanmu!”
Malamnya Rip tidur dengan nyenyak. Rip bahkan bermimpi indah dan tampak tersenyum dalam tidurnya.
Besoknya Rip bangun pagi sekali. ia bisa menghirup udara segar, mendengar kicauan burung dan merasakan hangatnya mentari. Benar kata Pak Rosta, tidur nyenyak itu bukan karena bantalnya, tetapi karena hati tenang.
Bambang Irwanto