Pete kurcaci bergegas menghabiskan sarapannya. Pagi ini ia hanya sarapan sepotong roti gandum dan segelas teh tawar. Sejak semalam Pete sudah kehabisan persediaan roti kismis dan susu. Pete harus segera bekerja.
Sehari-hari Pete bekerja sebagai penyapu cerobong asap rumah. Karena itu, kulit Pete hitam dan bajunya sedikit kumal. Kurcaci lain sering memanggilnya Pete hitam. Tapi Pete tidak marah, selagi apa yang ia kerjakan halal dan tidak merugikan kurcaci lain.
Selesai sarapan, Pete bersiap meninggalkan rumah jamurnya. Tidak lupa ia mempersiapkan peralatannya. Sebuah tangga almunium yang bisa dipanjang pendekkan, sapu ijuk bergagang panjang dan sebuah lap.
Pete lalu berjalan ke arah kota Jamur Emas. Di sana banyak berdiri rumah-rumah mewah. Biasanya kurcaci kaya malas membersihkan cerobong asap rumahnya sendiri. Pete berharap mendapat lamgganan banyak hari ini.
Di tengah jalan Pete bertemu dengan Pak Robi Kurcaci.
“Hai Pete, kamu mau ke kota?” tanya Pak Robi.
Pete mengangguk sambil tersenyum ramah. “Biasa, Pak Robi. Aku mencari orang yang membutuhkan jasaku membersihkan cerobong rumahnya,” jawab Pete sambil tersenyum ramah.
“Baiklah, hati-hati di jalan, ya!” pesan Pak Rob.
“Terima kasih, Pak Rob!” melangkah melanjutkan perjalanannnya.
Pete akhirnya sampai di kota Jamur Emas. Ia berjalan menyusuri rumah-rumah mewah.
“Pete, ayo ke sini, aku sudah lama menantimu,” panggi Nyonya Grory Kurcaci.
Nyonya Glory salah satu pelanggan Pete. Rumahnya sangat mewah dan halamannya luas. Cerobong asap rumahnya ada 10. Itu karena perapian rumah Nyonya Glory sangat banyak.
“Baik, Nyonya Glory.” Jawab Pete bersemangat.
Pete segera bekerja dengan giat. Satu persatu cerobong asap dibersihkan. Menjelang siang pekerjaan pete sudah selesai.
“Ini bayaranmu, Pete,” Nyonya Grory memberi 5 keping perak.
“Ini lebih 2 keping, Nyonya,” kata Pete.
“Tak apa. Anggap saja bonus. Saya senang kamu bekerja dengan giat,” jawab Nyonya Glory.
Pete senang sekali. ia segera pamit pada Nyonya Glory. Dengan 5 keping perak, Pete sudah bisa membeli susu, roti kismis dan jamur.
Sambil bersiul senang, Pete menuju toko roti Pak Pul di jung jalan. Aroma roti yang sedang dipanggang, tercium sampai keluar toko. Duh, enak sekali aroma roti-roti, gumam Pete. Pete lalu membeli dua potong roti kismis. Roti itu cukup untuk persediaannya selama dua hari.
“Sebaiknya aku makan siang dulu, setelah itu aku akan membeli sekantong jamur di toko Bu Yulia,” gumam Pete sambil menuju sebuah pohon.
“Aduh...” tiba-tba Pete mendengar suara mengaduh.
Pete segera berlari, ternyata ada anak kurcaci perempuan terjatuh. Roti tampak berserakan di mana-mana. Pete segera membantu anak perempuan itu berdiri, lalu memungut satu persatu roti. Namun anak kurcaci itu tetap menangis.
“Kamu kenapa?” tanya Pete.
“Namaku Gita. Aku disuruh Ibu pengurus panti membeli roti untuk teman-temanku. Tapi aku lengah dan terjatuh. Kini semua roti sudah rusak. Aku tidak punya uang menganti roti-roti itu,” isak Gita.
Pete merasa iba. Kalau ia membelikan roti lagi, uangnya tidak akan cukup lagi untuk membeli sekantong jamur. Tapi kasihan anak-anak panti yang menunggu roti. Akhirnya Pete memutuskan membeli roti untuk Gita.
“Aku akan mengantarmu membawa roti ini,” kata Pete.
Gita mengangguk senang.
Pete berjalan mengikuti Gita. Mereka menuju jalan kecil yang gelap. Sebuah panti asuhan berdiri.
Ibu panti asuhan menyambut Pete. Ia berterima kasih atas bantuan Pete.
Saat Pete melihat ke atas, tampak cerobong asapnya hitam sekali. jelas sekali tidak pernah dibersihkan.
“Bolehkan saya membersihkan cerobong asap panti ini.”
“Boleh saja. Tapi... kami tidak punya uang untuk membayarmu,” kata ibu panti itu.
Pete tersenyum. “Tidak apa-apa, Bu. Aku melakukannya tanpa minta upah.”
Ibu panti senang sekali.
Menjelang sore pekerjaan Pete baru selesai. Itu karena cerobong asap panti sangat kotor. Pete harus bekerja keras. Tapi Pete tidak mengeluh. Ia mengerjakan dengan senang hati.
Pete memutuskan untuk pulang. Ia tidak mungkin mencari pelanggan baru lagi. Ah, biarlah malam ini aku makan dengan sepotong roti yang tersisa, gumam Pete sambil mengintip isi kotak rotinya. Pete melangkah menuju pulang.
“Pete...!” tiba-tiba ada yang memanggil Pete.
Pete berhenti. Ia melihat Nyonya Agnesia kurcaci melambaikan tangan padanya. Pete segera menghampiri nyonya Agnesia.
“Kamu dari mana saja?” seharian ini aku mencarimu,” kata Nyonya Agnesia.
“Setelah membersihkan rumah Nyonya Glory aku membantu membersihkan cerobong asap di panti asuhan nyonya,” cerita Pete. “Ada perlu apa Nyonya mencariku?”
“Oh, besok tolong bantu membersihkan cerobong asap di kantor walikota. Kebetulan suamiku bekerja di sana. Kamu mau?”
“Tentu saja mau, Nyonya.”
“Baiklah, kamu besok datang pagi-pagi ya. ini uang mukanya,” Nyonya Agnesia memberikan 20 keping uang perak pad Pete.
Pete terbelalak. Uang itu banyak sekali. “terima kasih Nyonya.
Pete bahagia sekali. Uang itu cukup membeli roti, roti dan jamur untuk persediaan beberapa hari.
“Ah, besok aku akan ke panti lagi, membaw roti dan susu untuk teman-teman kecilku,” kata pete sambil melangkah riang menuju rumahnya
Dimuat di Majalah Bobo |
Sehari-hari Pete bekerja sebagai penyapu cerobong asap rumah. Karena itu, kulit Pete hitam dan bajunya sedikit kumal. Kurcaci lain sering memanggilnya Pete hitam. Tapi Pete tidak marah, selagi apa yang ia kerjakan halal dan tidak merugikan kurcaci lain.
Selesai sarapan, Pete bersiap meninggalkan rumah jamurnya. Tidak lupa ia mempersiapkan peralatannya. Sebuah tangga almunium yang bisa dipanjang pendekkan, sapu ijuk bergagang panjang dan sebuah lap.
Pete lalu berjalan ke arah kota Jamur Emas. Di sana banyak berdiri rumah-rumah mewah. Biasanya kurcaci kaya malas membersihkan cerobong asap rumahnya sendiri. Pete berharap mendapat lamgganan banyak hari ini.
Di tengah jalan Pete bertemu dengan Pak Robi Kurcaci.
“Hai Pete, kamu mau ke kota?” tanya Pak Robi.
Pete mengangguk sambil tersenyum ramah. “Biasa, Pak Robi. Aku mencari orang yang membutuhkan jasaku membersihkan cerobong rumahnya,” jawab Pete sambil tersenyum ramah.
“Baiklah, hati-hati di jalan, ya!” pesan Pak Rob.
“Terima kasih, Pak Rob!” melangkah melanjutkan perjalanannnya.
Pete akhirnya sampai di kota Jamur Emas. Ia berjalan menyusuri rumah-rumah mewah.
“Pete, ayo ke sini, aku sudah lama menantimu,” panggi Nyonya Grory Kurcaci.
Nyonya Glory salah satu pelanggan Pete. Rumahnya sangat mewah dan halamannya luas. Cerobong asap rumahnya ada 10. Itu karena perapian rumah Nyonya Glory sangat banyak.
“Baik, Nyonya Glory.” Jawab Pete bersemangat.
Pete segera bekerja dengan giat. Satu persatu cerobong asap dibersihkan. Menjelang siang pekerjaan pete sudah selesai.
“Ini bayaranmu, Pete,” Nyonya Grory memberi 5 keping perak.
“Ini lebih 2 keping, Nyonya,” kata Pete.
“Tak apa. Anggap saja bonus. Saya senang kamu bekerja dengan giat,” jawab Nyonya Glory.
Pete senang sekali. ia segera pamit pada Nyonya Glory. Dengan 5 keping perak, Pete sudah bisa membeli susu, roti kismis dan jamur.
Sambil bersiul senang, Pete menuju toko roti Pak Pul di jung jalan. Aroma roti yang sedang dipanggang, tercium sampai keluar toko. Duh, enak sekali aroma roti-roti, gumam Pete. Pete lalu membeli dua potong roti kismis. Roti itu cukup untuk persediaannya selama dua hari.
“Sebaiknya aku makan siang dulu, setelah itu aku akan membeli sekantong jamur di toko Bu Yulia,” gumam Pete sambil menuju sebuah pohon.
“Aduh...” tiba-tba Pete mendengar suara mengaduh.
Pete segera berlari, ternyata ada anak kurcaci perempuan terjatuh. Roti tampak berserakan di mana-mana. Pete segera membantu anak perempuan itu berdiri, lalu memungut satu persatu roti. Namun anak kurcaci itu tetap menangis.
“Kamu kenapa?” tanya Pete.
“Namaku Gita. Aku disuruh Ibu pengurus panti membeli roti untuk teman-temanku. Tapi aku lengah dan terjatuh. Kini semua roti sudah rusak. Aku tidak punya uang menganti roti-roti itu,” isak Gita.
Pete merasa iba. Kalau ia membelikan roti lagi, uangnya tidak akan cukup lagi untuk membeli sekantong jamur. Tapi kasihan anak-anak panti yang menunggu roti. Akhirnya Pete memutuskan membeli roti untuk Gita.
“Aku akan mengantarmu membawa roti ini,” kata Pete.
Gita mengangguk senang.
Pete berjalan mengikuti Gita. Mereka menuju jalan kecil yang gelap. Sebuah panti asuhan berdiri.
Ibu panti asuhan menyambut Pete. Ia berterima kasih atas bantuan Pete.
Saat Pete melihat ke atas, tampak cerobong asapnya hitam sekali. jelas sekali tidak pernah dibersihkan.
“Bolehkan saya membersihkan cerobong asap panti ini.”
“Boleh saja. Tapi... kami tidak punya uang untuk membayarmu,” kata ibu panti itu.
Pete tersenyum. “Tidak apa-apa, Bu. Aku melakukannya tanpa minta upah.”
Ibu panti senang sekali.
Menjelang sore pekerjaan Pete baru selesai. Itu karena cerobong asap panti sangat kotor. Pete harus bekerja keras. Tapi Pete tidak mengeluh. Ia mengerjakan dengan senang hati.
Pete memutuskan untuk pulang. Ia tidak mungkin mencari pelanggan baru lagi. Ah, biarlah malam ini aku makan dengan sepotong roti yang tersisa, gumam Pete sambil mengintip isi kotak rotinya. Pete melangkah menuju pulang.
“Pete...!” tiba-tiba ada yang memanggil Pete.
Pete berhenti. Ia melihat Nyonya Agnesia kurcaci melambaikan tangan padanya. Pete segera menghampiri nyonya Agnesia.
“Kamu dari mana saja?” seharian ini aku mencarimu,” kata Nyonya Agnesia.
“Setelah membersihkan rumah Nyonya Glory aku membantu membersihkan cerobong asap di panti asuhan nyonya,” cerita Pete. “Ada perlu apa Nyonya mencariku?”
“Oh, besok tolong bantu membersihkan cerobong asap di kantor walikota. Kebetulan suamiku bekerja di sana. Kamu mau?”
“Tentu saja mau, Nyonya.”
“Baiklah, kamu besok datang pagi-pagi ya. ini uang mukanya,” Nyonya Agnesia memberikan 20 keping uang perak pad Pete.
Pete terbelalak. Uang itu banyak sekali. “terima kasih Nyonya.
Pete bahagia sekali. Uang itu cukup membeli roti, roti dan jamur untuk persediaan beberapa hari.
“Ah, besok aku akan ke panti lagi, membaw roti dan susu untuk teman-teman kecilku,” kata pete sambil melangkah riang menuju rumahnya