Peri Sachi tinggal di hutan warna. Hutan itu penuh dengan pohon yang berwarna-warni. Rumah pohon Peri Sachi berwarna pink.
Sayang, Peri Sachi tidak suka bangun pagi. Ia selalu bangun saat matahari sudah tinggi. Peri Saschi memang suka tidur larut malam.
“Owahhh…” Peri Sachi menguap sambil merentangkan kedua tangannya. Matanya memicing karena sinar matahari menerpa wajahnya.
“Kalau saya suka dengan udara yang sejuk.”
“Kalau saya suka sinar matahari yang hangat.”
“Saya suka menyentuh berlian-berlian itu.”
Tiba-tiba Peri Sachi mendengar suara-suara di sekitar rumahnya Peri Sachi lalu mengintip lewat jendela. Rupanya Peri Angguni, Peri Lasmi dan Peri Rasti sedang mengobrol.
Peri Sachi menghampiri mereka. “Kalian sedang membicarakan apa?” tanya Peri Sachi heran.
“Oh, kami sedang membicarakan suatu tempat yang sangat indah,” jawab Peri Angguni.
“Iya, kami semua suka dengan tempat itu. Banyak berlian pagi, matahari yang hangat, suara burung dan udara yang sejuk,” cerita Peri Lasmi.
“Wah…saya juga mau pergi ke sana. Tolong beritahu saya tempatnya di mana!” pinta Peri Sachi.
Peri-peri lain tergelak.
“Kasih tahu nggak, ya?” goda peri Rasti.
Peri Angguni hendak bercerita, tapi bel hutan sudah berbunyi. Tandanya para peri harus segera bekerja mengumpulkan jaring laba-laba untuk dipintal menjadi baju peri.
Peri Sachi masih penasaran. Di mana tempat yang dibicarakan teman-temannya itu? gumam Peri Sashi sambil terus bekerja.
Sehabis bekerja Peri Sachi segera mencari Peri Angguni. Tapi sayangnya Peri Angguni sedang ditugaskan Ratu Bidadari mengantar pesanan baju Ratu Oxina.
“Kenapa kamu bersedih, Sachi?” tanya Kurcaci Lang.
Peri Sachi lalu bercerita pada Kurcaci Lang. Kurcaci Lang tertawa “Aku tahu tempat itu.”
“Oh, tolong beri tahu saya, Lang. Saya ingin sekali pergi ke tempat indah itu,” pinta Peri Sachi.
“Boleh saja. Tapi ada syarat,” jawab kurcaci Lang berahasia.
“Apa syaratnya. Saya mau melakukannya.”
“Baiklah!” Kurcaci Lang lalu membisikkan sesuai ke telinga Peri Sachi. Peri sachi mengangguk mengerti.
Sore hari, Peri Sachi sengaja mengerjakan tugasnya memintal jaring laba-laba lebih awal. Kata Kurcaci Lang, ia harus cepat bangun. Peri Sachi tidak lupa menyalakan jam kukuknya, agar ia bangun tepat waktu.
Esok harinya, pukul 5 pagi, jam kukuk berbunyi nyaring. Peri Sachi langsung terjaga. Tapi ah, dingin sekai. Aku juga masih mengantuk. Mungkin sebentar lagi saya bangun, gumam Peri Sachi sambil menarik selimut kembali.
Peri Sachi terjaga saat matahri sudah tinggi. Wah, aku ketiduran. Peri Sachi menangis. Ia mengadu pada kurcaci Lang.
“Harus kamu paksakan, bila kamu ingin mencapai tujuan kamu harus berusaha,” kata Kurcaci Lang.
Peri Sachi mengangguk. Ia berjanji besok akan bangun pagi dan tidak tidur lagi.
Besoknya Peri Sachi bangun pagi. Walau masih mengantuk, Peri Sachi memaksakan diri untuk bangun. Pelan-pelan ia turun dari rumah pohonnya. Tapi, di mana tempat indah itu? Kurcaci Lang tidak menjelaskan. Kurcaci Lang malah menyuruh Peri Sashi mencari sendiri. Kata Kurcaci Lang, tempat indah itu sudah ada di sektar rumah Peri sachi.
Peri Sashi mencari-cari tempat indah itu. Tiba-tiba Peri Sashi melihat butiran berlian di ujung-ujung daun..
Peri saschi sangat gembira dan segera menghampiri dedaunan itu. Tapi berlian-berlian itu langsung pecah, saat Peri Sashi menyentuhnya.
“Ya ampun, ternyata hanya setetes air,” jerit Peri Sashi kecewa.
Peri Sachi kesal pada kurcaci Lang, karena mempermainkan dirinya. Peri Sashi segera mencari kurcaci Lang.
“Bukankah itu yang kamu cari? tanya Kurcaci Lang heran. “Butiran berlian itu memang embun pagi.”
“Uh, percuma saja aku bangun pagi,” Peri Sachi pergi dengan marah. Ia menangis tersedu-sedu di pojok rumahnya.
Citcitcit. eh suara apa itu? Saya tidak pernah mendengarnya. Peri Sashi segera keluar. Ia melihat beberapa burung pipit hinggap dan berkicau di atap rumahnya. Peri Sashi senang mendengar kicauan burung pipit.
Tiba-tiba Peri Sachi merasa tubuhnya hangat, karena terpaan sinar matahari pagi. Kukukruyuk… tiba-tiba juga terdengar kokok ayam jantan hutan.
Peri Sachi menghirup udara pagi. “Ehm.. segarnya,” sorak Peri Sachi. Oh, kini Peri Sachi mengerti. Ternyata tempat yang indah itu, ada di dekat rumahnya sendiri.
Kurcaci Lang datang. “Saschi, aku minta maaf. Aku tidak bermaksud membohongimu. Apa kamu masih marah padaku?”
Peri Sashi tersenyum. “Tentu saja tidak, Lang! Bangun pagi membuat saya bisa merasakan udara segar dan mendengar kicauan burung, juga kokok suara ayam.”
Kurcaci Lang senang mendengarnya.
“Saya ke dapur dulu ya, Lang,”
“Kamu mau buat apa, Sachi?” tanya Kurcaci Lang.
“Saya mau membuat dua gelas susu cokelat dan roti isi selai keju.”
“Wow… ide yang bagus, Sachi. Pasti lebih menyenangkan berada di tempat seindah ini sambil minum susu cokelat dan menyantap roti selai keju,” kata Kurcaci Lang senang.
Peri Sachi tertawa, lalu bergegas ke dapur.
Sayang, Peri Sachi tidak suka bangun pagi. Ia selalu bangun saat matahari sudah tinggi. Peri Saschi memang suka tidur larut malam.
Dimuat di majalah Bobo |
“Owahhh…” Peri Sachi menguap sambil merentangkan kedua tangannya. Matanya memicing karena sinar matahari menerpa wajahnya.
“Kalau saya suka dengan udara yang sejuk.”
“Kalau saya suka sinar matahari yang hangat.”
“Saya suka menyentuh berlian-berlian itu.”
Tiba-tiba Peri Sachi mendengar suara-suara di sekitar rumahnya Peri Sachi lalu mengintip lewat jendela. Rupanya Peri Angguni, Peri Lasmi dan Peri Rasti sedang mengobrol.
Peri Sachi menghampiri mereka. “Kalian sedang membicarakan apa?” tanya Peri Sachi heran.
“Oh, kami sedang membicarakan suatu tempat yang sangat indah,” jawab Peri Angguni.
“Iya, kami semua suka dengan tempat itu. Banyak berlian pagi, matahari yang hangat, suara burung dan udara yang sejuk,” cerita Peri Lasmi.
“Wah…saya juga mau pergi ke sana. Tolong beritahu saya tempatnya di mana!” pinta Peri Sachi.
Peri-peri lain tergelak.
“Kasih tahu nggak, ya?” goda peri Rasti.
Peri Angguni hendak bercerita, tapi bel hutan sudah berbunyi. Tandanya para peri harus segera bekerja mengumpulkan jaring laba-laba untuk dipintal menjadi baju peri.
Peri Sachi masih penasaran. Di mana tempat yang dibicarakan teman-temannya itu? gumam Peri Sashi sambil terus bekerja.
Sehabis bekerja Peri Sachi segera mencari Peri Angguni. Tapi sayangnya Peri Angguni sedang ditugaskan Ratu Bidadari mengantar pesanan baju Ratu Oxina.
“Kenapa kamu bersedih, Sachi?” tanya Kurcaci Lang.
Peri Sachi lalu bercerita pada Kurcaci Lang. Kurcaci Lang tertawa “Aku tahu tempat itu.”
“Oh, tolong beri tahu saya, Lang. Saya ingin sekali pergi ke tempat indah itu,” pinta Peri Sachi.
“Boleh saja. Tapi ada syarat,” jawab kurcaci Lang berahasia.
“Apa syaratnya. Saya mau melakukannya.”
“Baiklah!” Kurcaci Lang lalu membisikkan sesuai ke telinga Peri Sachi. Peri sachi mengangguk mengerti.
Sore hari, Peri Sachi sengaja mengerjakan tugasnya memintal jaring laba-laba lebih awal. Kata Kurcaci Lang, ia harus cepat bangun. Peri Sachi tidak lupa menyalakan jam kukuknya, agar ia bangun tepat waktu.
Esok harinya, pukul 5 pagi, jam kukuk berbunyi nyaring. Peri Sachi langsung terjaga. Tapi ah, dingin sekai. Aku juga masih mengantuk. Mungkin sebentar lagi saya bangun, gumam Peri Sachi sambil menarik selimut kembali.
Peri Sachi terjaga saat matahri sudah tinggi. Wah, aku ketiduran. Peri Sachi menangis. Ia mengadu pada kurcaci Lang.
“Harus kamu paksakan, bila kamu ingin mencapai tujuan kamu harus berusaha,” kata Kurcaci Lang.
Peri Sachi mengangguk. Ia berjanji besok akan bangun pagi dan tidak tidur lagi.
Besoknya Peri Sachi bangun pagi. Walau masih mengantuk, Peri Sachi memaksakan diri untuk bangun. Pelan-pelan ia turun dari rumah pohonnya. Tapi, di mana tempat indah itu? Kurcaci Lang tidak menjelaskan. Kurcaci Lang malah menyuruh Peri Sashi mencari sendiri. Kata Kurcaci Lang, tempat indah itu sudah ada di sektar rumah Peri sachi.
Peri Sashi mencari-cari tempat indah itu. Tiba-tiba Peri Sashi melihat butiran berlian di ujung-ujung daun..
Peri saschi sangat gembira dan segera menghampiri dedaunan itu. Tapi berlian-berlian itu langsung pecah, saat Peri Sashi menyentuhnya.
“Ya ampun, ternyata hanya setetes air,” jerit Peri Sashi kecewa.
Peri Sachi kesal pada kurcaci Lang, karena mempermainkan dirinya. Peri Sashi segera mencari kurcaci Lang.
“Bukankah itu yang kamu cari? tanya Kurcaci Lang heran. “Butiran berlian itu memang embun pagi.”
“Uh, percuma saja aku bangun pagi,” Peri Sachi pergi dengan marah. Ia menangis tersedu-sedu di pojok rumahnya.
Citcitcit. eh suara apa itu? Saya tidak pernah mendengarnya. Peri Sashi segera keluar. Ia melihat beberapa burung pipit hinggap dan berkicau di atap rumahnya. Peri Sashi senang mendengar kicauan burung pipit.
Tiba-tiba Peri Sachi merasa tubuhnya hangat, karena terpaan sinar matahari pagi. Kukukruyuk… tiba-tiba juga terdengar kokok ayam jantan hutan.
Peri Sachi menghirup udara pagi. “Ehm.. segarnya,” sorak Peri Sachi. Oh, kini Peri Sachi mengerti. Ternyata tempat yang indah itu, ada di dekat rumahnya sendiri.
Kurcaci Lang datang. “Saschi, aku minta maaf. Aku tidak bermaksud membohongimu. Apa kamu masih marah padaku?”
Peri Sashi tersenyum. “Tentu saja tidak, Lang! Bangun pagi membuat saya bisa merasakan udara segar dan mendengar kicauan burung, juga kokok suara ayam.”
Kurcaci Lang senang mendengarnya.
“Saya ke dapur dulu ya, Lang,”
“Kamu mau buat apa, Sachi?” tanya Kurcaci Lang.
“Saya mau membuat dua gelas susu cokelat dan roti isi selai keju.”
“Wow… ide yang bagus, Sachi. Pasti lebih menyenangkan berada di tempat seindah ini sambil minum susu cokelat dan menyantap roti selai keju,” kata Kurcaci Lang senang.
Peri Sachi tertawa, lalu bergegas ke dapur.