Edong melihat ke sekeliling. Suasana sudah ramai. Upacara adat Mapasilaga Tedong atau adu kerbau di Tana Toraja Sulawesi Selatan akan segera dimulai. Edong dan puluhan kerbau jenis tedong pudu lainnya sudah berbaris rapi.
“Kamu gelisah sekali, Edong?” tanya Dongki
yang berdiri di samping Edong.
Edong mengangguk. Ini memang pertama
kalinya dia ikut upacara ini.
“Lawanku nanti kan, si Oming juara tahun
lalu.”
“Jangan lupa obrolan kita kemarin!”
Edong hanya mengangguk ragu.
Tidak lama, Edong dan kerbau lainnya mulai diarak. Orang-orang memainkan
gong, dan juga membawa umbul-umbul. Suasana semakin meriah.
“Siapa yang menumbuk lesung itu, Dongki?”
tanya Edong. Dongki memang sudah dua kali ikut upacara Mapasilaga Tedong.
“Oh, mereka itu keluarg dari orang yang
meninggal. Upacara ini kan, untuk menghormati orang yang meninggal, sebelum
acara inti, yaitu upacara Rambu Solo,” jelas Dongki.
Edong mengangguk mengerti.
Setelah diarak, Edong dan kerbau-kerbau
lainnya pun kembali dibariskan di pinggir sawah berlumpur. Edong semakin
gelisah menunggu giliran bertarung. Tampak Oming berdiri pongah.
Akhirnya, tiba giliran Edong. Dengan
ragu, dia berjalan menuju sawah yang berlumpur. Oming sudah duluan berada di
sana.
“Jangan berharap menang melawanku,” ucap
Oming sombong.
Edong diam saja. Walau hatinya berdebar,
Edong memilih tenang. Dia berusaha mengingat obrolannya dengan Dongki, dan apa
saja yang telah diajarkan Pak Mandung padanya.
Edong melihat Oming berlari ke arahnya
dengan nafsu. Edong pun bersiap menerima serangan dari Oming.
Buukkk tanduk Oming menubruk tanduk Edong.
Edong sedikit mundur, tapi tidak sampai terjatuh. Tampak Oming kembali
mengambil ancang-ancang untuk menyerang Edong.
“Jangan bergaya kamu! Sebentar lagi kamu
akan kalah!” ucap Oming lalu kembali menyerang Edong.
Buuuukkkk... tanduk Edong dan Oming
kembali beradu. Sorak-sorai penonton dari pinggir sawah, membuat Oming semakin
bernafsu menyerang Edong. Edong sedikit terdesak.
“Ayo... Edong! Kamu bisa!”
Edong mendengar suara Dongki memberi
semangat. Edong pun mengingat apa yang diajarkan Pak Mandung, agar Edong
melihat kelemahan lawan.
Edong mundur sejenak lalu memperhatikan
Oming. Badan Oming besar dan kuat. Tanduknya juga kokoh. Tapi Tanduk Oming kan,
sering digunakan, pasti pernah luka, gumam Edong memperhatikan tanduk Oming
dengan seksama.
“Ya.. kini aku tahu!” sorak Edong.
Setelah mengambil ancang-ancang, Edong lalu berlari menyerang Oming.
Buukkk.... Edong menanduk tanduk Oming
yang sebelah kiri. Kabarnya, walau menang tahun lalu, tapi tanduk Oming agak
retak saat bertarung dengan Redong.
Oming mundur beberapa langkah.
Sepertinya Oming tidak siap dengan serangan Edong yang tiba-tiba. Edong pun
kembali menyerang Oming, sebelum Oming benar-benar siap.
Buuukkk... sekali lagi Edong menanduk
tanduk sebelah kiri Oming. Kali ini Oming terjatuh. Edong kembali akan
menyerang Oming. Daaaan....
“Hore Oming kabur! Edong Menang!”
teriak Dongki.
Penonton bersorak-sorai. Edong berjalan
dengan bangga menghampiri Dongki.
“Nah, benar kan. Jangan takut pada
sesuatu. Percaya pada diri sendiri!” ucap Dongki sama seperti obrolan semalam.
“Iya, terima kasih, Dongki. Mulai
sekarang, aku akan lebih percaya diri lagi.”
0 Response to "Si Edong"
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung ke Rumah Kurcaci Pos. Tidak diperkenankan menggunakan konten di blog ini, tanpa seizin Kurcaci Pos. Terima kasih.